Sukamta Minta RI Perjuangkan Palestina, Rohingya dan Uighur di Dewan HAM PBB
Jakarta (21/10) -- Indonesia berhasil menjadi anggota Dewan HAM PBB 2020-2022 dengan perolehan suara terbanyak di Asia Pacific group dengan perolehan suara 174 dukungan. Sedangkan Jepang 165, korsel 165, Marshal Islands 123 dan Irak 121. Hasil ini membuat Indonesia berhasil menjadi Anggota Dewan HAM PBB untuk kelima kalinya.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengapresiasi capaian Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB untuk ke-5 kalinya ini. Status keanggotaan ini jadi momentum bagi Indonesia untuk bisa memberi contoh teladan bagi negara-negara lain dalam pelaksanaan dan penghormatan HAM di dalam negeri.
"Kami juga mendorong agar Indonesia berperan lebih aktif lagi dalam menegakkan HAM di dunia internasional, khususnya terhadap kasus-kasus diskriminasi agama dan etnis, termasuk di negeri tertindas seperti Palestina, etnis minoritas seperti Rohingya di Myanmar, Uighur di Xinjiang-China, dan seterusnya," papar politisi PKS ini.
Namun, Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Polhukam ini menjelaskan bahwa amanah ini diterima Indonesia justru pada saat situasi dan realita dalam negeri yang mengindikasikan adanya kemunduran jaminan HAM karena kebebasan warga negara dalam beberapa hal terancam.
Misalnya, orang makin takut berbicara menyampaikan pendapatnya karena bisa dikriminalisasi. Pemuka agama seperti ulama dipersekusi, kebebasannya dalam rangka mencerdaskan bangsa dibatasi. Jangan sampai capaian keanggotaan di PBB ini seperti politik mercusuar, terlihat wah di dunia internasional tapi bermasalah di tingkat nasional.
Wakil Rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini mengutip pandangan beberapa lembaga yang menilai masih kurang kuatnya penegakan HAM di Indonesia. Human Right Watch menilai bahwa pemerintahan Jokowi telah gagal menerjemahkan dukungan retoris terhadap HAM itu menjadi kebijakan-kebijakan signifikan selama periode pertama jabatannya.
Hal senada juga disampaikan Setara Institute yang berpandangan bahwa secara umum belum meningkatnya indeks HAM secara signifikan disebabkan oleh komitmen pemerintah di bidang HAM yang belum terpenuhi. Pemerintah nyaris tidak punya sikap dan roadmap bagaimana pemajuan, penghormatan, dan pemenuhan HAM akan dijalankan dan diintegrasikan dalam proses pembangunan negara.
"Pandangan lembaga-lembaga tersebut harus menjadi refleksi bagi kebijakan pemerintah untuk 5 tahun ke depan. Wabilkhusus terkait hak asasi untuk menyampaikan pendapat yang merupakan amanah UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28. Di negeri Pancasila yang mengedepankan toleransi dan tenggang rasa, jangan sampai justru negara makin tidak toleran pada warganya sendiri, termasuk terhadap pihak yang berbeda pendapat dengan pemerintah atau pendukung pemerintah," tegasnya