Rentan Dipengaruhi Asing, Kualitas Pendidikan di Papua Harus Ditingkatkan
Jakarta (25/7) - Anggota Legislatif dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nurhasan Zaidi mengingatkan pemerintah untuk memberikan perhatian lebih besar kepada masyarakat Papua, khususnya persoalan pendidikan. Menurutnya, hal itu harus ditingkatkan agar warga Papua tidak mudah dipengaruhi oleh pihak asing.
"Pendidikan di wilayah Papua harus ditingkatkan agar warga tidak mudah dipengaruhi pihak asing," kata Legislator PKS yang duduk di Komisi X tersebut. Nurhasan mengingatkan hal ini dalam rangka perhatian lebih yang diberikan kepada masyarakat Tolikara, Papua, atas tragedi pembubaran Shalat Idul Fitri pada 17 Juli 2015 yang dilakukan oleh ekstrimis Gereja Injili Di Indonesia (GIDI).
Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Ummat Islam (PUI) ini juga mengingatkan bahwa pendidikan di Papua jauh tertinggal dari provinsi lainnya. Berdasarkan Indeks Kebahagiaan 2014 Badan Pusat Statistik (BPS), aspek pendidikan Papua hanya 50.91 dari nilai 100. Tingkat kepuasan rakyat Papua juga hanya 56.01 (dari 100). Hal ini membuat Papua merupakan provinsi dengan tingkat kebahagiaan masyarakat terendah dari 34 provinsi di Indonesia.
"Pendidikan di Papua menyedihkan," kata politisi PKS dari daerah pemilihan Jawa Barat IX yang meliputi Sumedang, Majalengka, dan Subang tersebut. Padahal, lanjut Nurhasan, Papua memiliki kekayaan besar dengan potensi alam dan lingkungannya.
BPS merumuskan Indeks Kebahagiaan berdasarkan sepuluh aspek kehidupan, yakni pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, kondisi rumah dan aset, kesehatan, keharmonisan keluarga, hubungan sosial, ketersediaan waktu luang, keadaan lingkungan, dan kondisi keamanan.
Rendahnya Indeks Kebahagiaan, menurut Nurhasan, dapat diatasi terutama dengan meningkatkan mutu pendidikan. Sebab, peningkatan mutu pendidikan masyarakat akan berdampak signifikan pada kian baiknya kesembilan aspek penentu Indeks Kebahagiaan lainnya.
"Negara harus bertanggung jawab atas peningkatan mutu pendidikan masyarakat Papua ini," tegasnya.
Diakui Nurhasan, pemerintah telah menyediakan dana otonomi khusus (Otsus) Papua, yang pada 2014 besarnya Rp 54 triliun. Namun, Nurhasan mengkritisi pemerintah yang gagal menggunakan dana Otsus Papua karena tidak berpihak pada pembangunan, khususnya di bidang pendidikan. Sebagian besar dana Otsus Papua lebih diarahkan pada birokrasi, bukan pada pendidikan atau kesehatan.
Nurhasan menjelaskan berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua disebutkan bahwa program di bidang pendidikan di Papua harus mendapatkan anggaran sebesar 30 persen dari dana Otsus tersebut.
"Namun kenyataannya, amanat UU itu diabaikan begitu saja oleh pemerintah," kata Nurhasan.
Nurhasan menambahkan, dana yang selama ini diarahkan ke biokrasi itu harus dipindahkan terutama ke sektor pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus berpihak pada rakyat agar kebahagiaan meningkat dan mereka turut menikmati kue pembangunan. Jika tidak, bukan mustahil pihak-pihak asing terus membodohi masyarakat Papua untuk melepaskan diri dari NKRI. "Ini berbahaya," tutup Nurhasan.
Keterangan Foto: Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Nurhasan Zaidi.
Sumber: Humas Fraksi PKS DPR RI