PKS Tolak Kenaikan Harga BBM, Singgung Proyek IKN

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak kebijakan kenaikan harga BBM dan solar bersubsidi. Hal ini disampaikan oleh Presiden PKS, Ahmad Syaikhu. Menurutnya, kebijakan ini akan menurunkan daya beli masyarakat dan menambah jumlah orang miskin.

Dia mengatakan kondisi ekonomi masyarakat kecil masih belum pulih pasca pandemi. “Mereka akan terpukul ekonominya dan sulit bangkit kembali dari keterpurukan,” kata dia melalui keterangan tertulis, Kamis, 1 September 2022.

Dalam laporan Majalah Tempo, pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi di rentang harga Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per liter. Harga Pertalite saat ini sebesar Rp 7.650 per liternya, sementara Solar Rp 5.150 per liter.

Menurut Ahmad Syaikhu, masyarakat sudah terpukul imbas kenaikan harga minyak goreng beberapa waktu lalu. Belum selesai lonjakan harga minyak goreng, kata dia, harga telur turut meroket. Menurutnya, kenaikan harga BBM dan solar bersubsidi akan menciptakan efek domino berupa kenaikan harga secara keseluruhan di berbagai sektor.

Dia turut menyoroti proyek Ibu Kota Negara (IKN) dan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang kukuh dijalankan pemerintah.

"Mengapa untuk membangun IKN pemerintah ada dana? Mengapa untuk menanggung pembengkakan biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung pemerintah sanggup? Namun, untuk memastikan harga BBM tetap terjangkau sebagai kebutuhan mendasar justru tidak sanggup?” kata Syaikhu.

Kompensasi berupa bantuan sosial dari pemerintah, kata dia, hanya bersifat sementara. Terlebih, penyalurannya selama ini banyak catatan, ketidakakuratan data, tidak tepat sasaran dalam penyaluran hingga terjadinya korupsi.

Syaikhu mengatakan pemerintah kerap berdalih jika bengkaknya biaya Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) karena adanya subsidi BBM. Menurutnya, pembengkakan bisa dikurangi dengan melakukan efisiensi agar bebas dari pemborosan belanja dan praktik korupsi. Pemerintah, kata dia, bisa memulai dengan menunda proyek-proyek besar yang tidak prioritas.

Ia turut mendesak pemerintah meninjau kembali rencana kebijakan tersebut. “Rakyat membutuhkan keberpihakan dan kepedulian yang nyata dari pemimpinnya,” ujarnya.