PKS : Proyek Shrimp Estate 250 M harus Libatkan Petambak Kecil

Semarang - Rencana KKP untuk revitalisasi tambak udang seluas 100 Ha dengan anggaran 250 M harus betul - betul disiapkan dengan matang. Nilai 250 M setara dengan 30% anggaran dirjen budidaya yang masih sangat dibutuhkan untuk budidaya selain udang dan bandeng.

"Shrimp estate ini bagus untuk meningkatkan volume produksi udang vaname secara nasional. 2020 Indonesia mampu ekspor 208.000 ton yang mayoritas dihasilkan oleh petambak skala kecil sampai besar. Jika ingin 2024 bisa 800.000 ton ya harus betul siap peta jalannya," papar Riyono Ketua Bidang Petani dan Nelayan DPP PKS

Problem utama budidaya udang vaname pola intensif saat ini sudah cukup komplek. Pertama, kualitas lingkungan di Indonesia yang rata - rata sudah menjadi zona merah dan hitam. Pantura Jawa sejak 2015 sudah menjadi zona merah oleh KKP, pansel masih lumayan bagus. Luar Jawa juga mirip problem lingkungan budidaya yang semakin menurun kualitasnya.

Kedua, kemampuan dalam mendeteksi penyakit udang. 2020 kondisi budidaya cukup berat, adanya virus APHND yang massif menyerang petambak membuat produksi turun sampai 50%. Bahkan rata - rata petambak mengalami kerugian. Nyaris dilapangan petambak sendirian dalam menghadapi penyakit ini, sampai saat ini belum ada SOP/ cara efektif yang ditemukan untuk memberantas penyakit karena virus ini.

Ketiga, kualitas benur dan harga pakan yang terus naik membuat biaya produksi masih tinggi, saat ini biaya per kg udang vaname kisaran 42 - 45 ribu. Ditengah harga udang yang belum stabil membuat margin petambak semakin berkurang.

Keempat, harga pakan dan biaya listrik yang menjadi komponen besar dalam produksi. Hampir 60% biaya pakan dengan sistem cash membuat petambak kecil dan menengah kelimpungan. Modal gak besar ditengah tekanan berbagai problem budidaya.

"Hendaknya KKP belajar dari kasus 'jatuhnya' proyek tambak udang Dipasena yang pernah menjadi raksasa udang nasional di era jayanya udang windu. Petambak kecil yang menjadi mitra perusahaan besar ditekan dan membuat konflik berkepanjangan sehingga 9000 petambak mitra kolaps," tambah Riyono yang juga menjadi Ketua Dewan Pembina Serikat Petambak Pantura Indonesia.

"100 ribu Ha dengan biaya 250 M dari APBN bukan uang kecil, petambak kecil harus diajak mengelola agar sejahtera. Jangan sampai uang 250 M hanya akan dinikmati oleh perusahaan besar dan pemodal yang justru menekan petambak kecil," tutup Riyono.