Perlunya Audit Investigasi Pertamina Sebelum Menaikkan Harga BBM

Oleh: Dr. Marsudi Budi Utomo
Bidang Teknologi, Industri dan Lingkungan Hidup, DPP Partai Keadilan Sejahtera

Kenaikan BBM berturut-turut di satu tahun terakhir ini jelas mencoreng wajah pemerintah di akhir masa jabatan Presiden Jokowi. Kenaikan harga BBM ini sangat patut untuk ditolak karena dua hal, yaitu kurangnya prinsip keterbukaan dan tidak ada kajian dampak ekonomi kepada masyarakat.

Terkait kurangnya prinsip keterbukaan, baik Pertamina maupun Pemerintah dalam hal ini Kementrian BUMN karena sangat minim informasi selain hanya menyampaikan angka keekonomian dan perbandingan harga dengan BBM setara di negara lainnya. Prinsip keterbukaan yang diinginkan masyarakat mencakup segala aspek dan parameter pertimbangan secara detil, rinci dan terbuka, sehingga kenaikan harga BBM bisa disebut wajar. Bagaimana kondisi keuangan Pertamina, bagaimana operasional cost-nya, seberapa besar beban cost management-nya, adakah hal-hal signifikan yang bisa di-inovasi agar lebih effisien. Ataukah ada unsur kesengajaan dan pembiaran sehingga Pertamina terbebani dengan beaya operasional high cost termasuk beaya atau tanggungan yang tidak tampak mata.

Untuk itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu melakukan audit investigasi guna menemukan adanya kejanggalan terhadap Pertamina. Salah satunya, BPK perlu menemukan bukti-bukti adanya kesengajaan mark-up dalam perhitungan angka termasuk subsidi terhadap BBM selama ini. Audit BPK bisa meliputi pemeriksaan terhadap kegiatan pengadaan minyak tanah (BBM) dan produk pengelolaan, perhitungan harga pokok kilang, distribusi BBM dan aspek lainnya. 

Selain itu, Audit BPK harus bisa menemukan adanya kelemahan sistem pengendalian internal di Pertamina. Sistem kendali internal ini harus dipastikan mampu mengelola tingkat kewajaran laporan biaya pokok BBM yang meliputi pengendalian penerimaan serta penyerahan minyak mentah dan produk, diantaranya adakah peluang terjadinya kecurangan serta pencatatan penerimaan dan penyerahan minyak mentah serta produk (Penyelundupan).

Terkait kajian ekonomi, sangat dikhawatirkan tidak terserapnya suara masyarakat berupa penolakan dan alasan-alasan yang menambah beban ekonomi masyarakat dengan kenaikan BBM. Data Badan Pusat Statistik (BPS) manunjukkan bahwa lebih dari 40% konsumsi BBM adalah untuk rumah tangga dan hanya sekitar 20% saja dinikmati kelompok yang berpendapatan tinggi. Artinya, ada sekitar 80% pengguna BBM adalah masyarakat menengah ke bawah yang secara langsung terdampak dengan kenaikan BBM yang spektakuler belakangan ini.

Akhirnya, sangat jelas alasan bagi DPR RI untuk meminta kepada BPK melakukan audit investigasi BBM terhadap Pertamina (persero) dan juga Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) atas pengadaan minyak mentah, pengelolaan dan perhitungan harga pokok, serta distribusi BBM sehingga nanti tampak terang-benderang bahwa kenaikan harga BBM itu layak atau adakah kepentingan politik 2024. (MBU 06092022)