Pemerintah Diminta Realisitis Soal Swasembada Bawang Putih

Wakil Ketua Bidang Pekerja Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS, Riyono
Wakil Ketua Bidang Pekerja Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS, Riyono

Jakarta (5/7) - Pernyataan Menteri Pertanian Amran Sulaiman tentang swasembada bawang putih layak dipertanyakan. Cita - cita swasembada 2019 dengan kondisi produksi dan harga bawang putih serta kapasitas impor yang mencapai 90 - 98 persen dari kebutuhan nasional harus menjadi perhatian serius pemerintah.

"Saat ini kebutuhan nasional bawang putih antara 480 ribu sampai 500 ribu ribu ton per tahun, produksi kita hanya mampu penuhi 10 - 20 persen atau sekitar 20 ribu ton," kata Wakil Ketua Bidang Pekerja Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS, Riyono di DPP PKS, Jakarta, Rabu (5/7/2017).

Riyono mengatakan, Indonesia pernah swasembada bawang putih pada kisaran tahun 1990-an dengan luas lahan 28.000 ha. Saat ini data Kementan 2016 mengatakan lahan bawang putih hanya 2.043 Ha dan untuk mencapai swasembada butuh lahan min 72 Ha sampai 100 Ha dengan kebutuhan benih 89.779 ton.

Melihat kondisi lahan dan volume impor yang luar biasa saat ini, Riyono meminta pemerintah harus realisitis dan kerja keras untuk wujudkan swasembada bawang putih.

"Mari kita lihat dan petakan dengan benar keterpaduan semua stakeholder untuk wujudkan swasembada, mampukah mencetak lahan dari 2043 ha menjadi 100.000 ha dalam 2 tahun? Mampukah sediakan benih sebanyak itu? Jangan sampai seperti benih tebu nasional yang sekarang tidak mampu produksi karena matinya pusat pembenihan tebu nasional," lanjut Riyono.

Riyono menjelaskan, saat ini pusat produksi bawang putih tersebar di enam propinsi besar dengan kapasitas produksi antara 2.000 sampai dengan seratus ribu ton. Data Kementan 2016 menyebutkan  data produksi nasional diantaranya NTB 110.009 ton, Jateng 68.191 ton, Jabar 15.478 ton, Jatim 7.779 ton, Sumbar 5.898 ton dan NTT 2.723 ton.

"Gagasan Menteri Pertanian mencetak 60.000 ha lahan yang akan dipusatkan di Jateng, Sumbar, Sulsel dan NTT masih kurang. Harusnya Jabar dan Jatim juga harus dilibatkan untuk mempercepat peningkatan produksi," pungkas Riyono.