Lembaga Survei Kurang Terawasi, DPR Ajak Percaya KPU dan MK
Wakil Ketua Komisi lll DPR RI Al Muzzammil Yusuf menyayangkan pernyataan Burhanudin Muhtadi yang mengatakan hasil hitung cepat lembaga surveinya sudah tepat dan benar, sehingga jika real count Komisi Pemilihan Umum berbeda dengan lembaga surveinya, maka KPU yang salah. Menurut Muzzammil pernyataan itu berbahaya, dapat memicu terjadinya konflik horisontal di kalangan rakyat, akibat ketidakpercayaan yang tanpa dasar valid terhadap KPU.
"Saya berharap semua pihak menghormati KPU dan menahan diri dalam mengeluarkan pernyataan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," ungkapnya dalam keterangan pers pada Sabtu (13/6).
Muzammil tidak melarang masyarakat untuk tidak percaya kepada KPU, tetapi dia mengajak masyarakat untuk lebih teliti dalam mempercayai maupun tidak mempercayai sebuah lembaga, terutama dalam membandingkan lembaga "swasta" dengan lembaga Negara.
"Lembaga yang kredibilitasnya bermasalah bukan saja KPU, tapi juga lembaga survei yang selama ini sumber dananya kurang transparan, partisan, dan dapat tidak akurat," tegas Alumnus FISIP UI ini. Namun, dia mengungkapkan lembaga Negara selalu diawasi dengan lebih ketat ketimbang lembaga survei. KPU sendiri telah diawasi oleh lembaga pengawas dan saksi kepercayaan masing-masing pasangan capres-cawapres di setiap tempat pemungutan suara (TPS).
"Sedangkan lembaga survei, selama ini siapa yang jadi saksi yang mengawasinya dalam mewawancarai responden atau dalam pengambilan data di TPS? Bagaimana kita bisa menjamin tidak terjadi kesalahan atau manipulasi dalam pengambilan data oleh para relawan, koordinator lapangan atau tim rekapitulasi di lembaga survei?" ungkap Muzammil secara retoris.
Dalam pandangan Muzzammil, inilah yang harus dijawab oleh semua lembaga survei. Dibandingkan dengan KPU, lembaga survei memiliki mekanisme pengawasan lebih lemah, sehingga hasilnya tidak dapat menjadi acuan hasil resmi Pemilihan Umum Presiden 2014.
"Karena tidak ada mekanisme pengawasan publik dan ketidakhadiran saksi kedua pihak dalam pengambilan data di lapangan, hasil quick count justru lebih mudah terjadi kecurangan dan berpotensi partisan dalam ekspose hasilnya di media massa," Muzammil menyimpulkan.
Sebelum hasil real count KPU diumumkan oleh KPU, terang Muzzammil, tidak perlu ada saling klaim kebenaran hasil hitung cepat yang dilakukan oleh para lembaga survei. "Sebelum 22 Juli, tidak perlu saling serang siapa yang benar dan salah. Tidak perlu saling menuduh siapa yang manipulatif dan yang jujur. Siapa yang lebih kredibel dan tidak. Siapa yang harus diaudit? Setelah ada hasil real count KPU, baru tabir itu akan terbuka," tuturnya.
Muzzammil mengajak semua pihak menghormati undang-undang yang berlaku terkait pemilu. Tidak hanya dalam menunggu hasil resmi dari KPU, tetapu juga dalam mengajukan protes terhadap hasil penghitungan suara dari KPU. "Termasuk kita harus menghormati jika ada di antara salah satu pihak pasangan capres-cawapres yang merasa tidak puas dengan keputusan KPU pada 22 Juli 2014 nanti, mengajukan gugatan ke MK. Akhirnya, penghormatan kita kepada kedua lembaga ini merupakan bukti kedewasaan kita dalam berdemokrasi," ajaknya.