Kesedihan di Tengah Pemudik

Relawan Keputrian Posko Mudik PKS Bengkalis bersama Keluarga Pak Surianto
Relawan Keputrian Posko Mudik PKS Bengkalis bersama Keluarga Pak Surianto
Terik matahari terasa sangat menyengat. Kulihat gawai di tanganku; jam sebelas siang, 36 celcius! Ya, begitulah panasnya kotaku. Namun bukan itu yang menyudutkan hatiku dalam ketidaknyamanan, melainkan raut wajah para Relawan dari Keputrian PKS. Ada kesedihan, ada genang air mata yang berusaha untuk dibendung sekuat tenaga, di balik beberapa instruksi dan pergerakan yang sangat lugas.
Sebuah mobil terparkir dengan nomor polisi menunjukan asal Jakarta. Keluarga Pak Surianto pemiliknya. Mereka sedang beristirahat di bawah tenda yang telah disediakan. Delapan orang semuanya. Keluarga itu lah ternyata yang membuat hati para Relawan Keputrian itu gundah dan memendam kesedihan.
"Kang, kipas dan pendingin kita tak cukup mampu meredam panas di bawah tenda istirahat. Lihat, adik-adik dari Bekasi itu gelisah," Hani menjelaskan dengan muka yang sangat serius.
"Keringat mereka mengucur deras. Pasti tidak nyaman istirahat di situ," tutur Veni di Posko Mudik DPD PKS Bengkalis, Minggu (3/7)
Aku turut bergegas menghampiri tenda dimana Pak Surianto dan tujuh anggota keluarganya beristirahat. Betapa perasaannku terenyuh melihat lelaki itu tidur dengan gelisah. Rasa kantuk memang mengalahkan kesadarannya, namun kegerahan tak bisa dielak menerjang badannya. Kulihat mata anak-anak dan perempuan dalam rombongan itu, sayup. Ada kantuk yang tertahan, namun suasana sekitar tak membuat nyaman untuk beristirahat.
"Maafkan kami atas ketidaknyamanan ini, Bu. Ternyata kipas dan pendingin belum cukup untuk menghalau panas dari luar," ujar Hani yang tak jauh berdiri dari istri Pak Surianto.
"Alhamdulillah, kami masih dapat beristirahat," jawabnya lirih.
Namun jawaban itu bagi kami jelas tak memberikan kepuasan, kulihat para Relawan Keputrian ini saling berbisik.
"Begini saja, tolong dibantu dipindahkan mereka ke ruang Ibu dan Balita, tambah kipas dan pendingin di ruang tenda. Satu orang tetap di posko untuk berjaga dan menyambut tamu lainnya," terang Dewi, Koordinator Keputrian yang bertugas siang itu.
"Kang, tolong angkat kipas dan posisikan di tenda," ujar Hani.
"Ibu dan adik-adik mohon berkenan ikut kami ke dalam kantor saja ya. Di situ ada ruang untuk Ibu dan balita. Ada pendingin ruang tambahan. Insya Allah nyaman buat
beristirahat," Hani melanjutkan. Raut muka ramahnya tetap tak bisa menyembunyikan gundah tatkala memandang anak-anak dan istri Pak Surianto yang berkeringat.
Empat orang anak-anak dan dua orang perempuan keluarga Pak Surianto bergegas mengikuti Hani, setelah sebelumnya kuperiksa kamar dan pendingin ruangannya. Kami persilakan mereka masuk. Kulihat raut-raut wajah yang berubah cerah. Ada binar mata bahagia, ada ceria yang langsung tercurah.
Anak-anak dari keluarga Pak Surianto langsung melemparkan tubuh mereka ke atas kasur. Rasa nyaman mereka muncul, ditandai dengant tingkah anak-anak yang kembali riang. Bercanda dan tertawa.
"Alhamdulillah... senang saya melihat mereka bahagia, Kang. Sungguh, tadi sangat sedih melihat mereka kegerahan di bawah tenda," tutur Hani.
"Aku juga, Mbak. Oh iya, aku salut sama Mbak-mbak semua yang jaga. Sungguh ini totalitas, Mbak," ucapku.
"Kami akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah swt, Kang. Ini bukan soal fasilitas yang disediakan secara cuma-cuma, melainkan soal hati, amanah, dan tanggung jawab. Ini pelayanan kita. Bagaimana mau melayani bila tidak dengan hati?" timpal Dewi.
Aku termangu. Ada kekaguman yang tergurat dalam hati atas kesungguhan dan keikhlasan para Relawan Keputrian di Posko Mudik PKS ini. Ada pembelajaran berharga. Untuk sebuah tanggung jawab, kesunguhan mengemban amanah, dan cinta terhadap sesama. (*)
Penulis: Kang Ewa
Relawan Literasi