DPRD Sumut Sesalkan Inalum Tak Bayar Pajak Air Permukaan

MEDAN (11/3) - Komisi C DPRD Sumatera Utara (Sumut) menyesalkan PT Indonesia Alumunium (Inalum) menolak membayar Pajak Air Permukaan (PAP). PT Inalum menganggap perlakuan khusus Harga Dasar Air (HDA) belum menjadi subjek pajak serta memberatkan keuangan. Penolakan tersebut disampaikan manajemen PT Inalum dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (10/3) di Gedung DPRD Provinsi Sumut, Medan.

Anggota Komisi C DPRD Sumut, Satrya Yudha Wibowo mengatakan kewajiban yang harus dibayar PT Inalum, baik Pemda maupun perusahaan, masing-masing memiliki hitungan pajak yang dianggap benar. Dispenda juga sudah 11 kali melakukan pertemuan agar PT Inalum bisa menyelesaikan kewajiban. Dasar PT Inalum menolak membayar PAP salah satunya Pergub No.24 Tahun 2011 yang menyatakan PT Inalum belum menjadi subjek hukum.

“Seharusnya, perusahaan baru harus taat hukum,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Menurut Satrya, asumsi perhitungan boleh berbeda. Tetapi, masing-masing pihak tidak boleh melawan hukum. PT Inalum dianggap tidak patuh terhadap hukum dengan mengatakan perusahaannya belum menjadi subjek hukum.

Sementara itu, Komisi C DPRD Sumut beranggapan bahwa Perda tidak dilahirkan sembarangan. Perda dihasilkan dari kajian-kajian yang cukup matang.

“Dikaji di Depdagri, baru Perda lahir. Dan diimplementasikan melalui Pergub. Perda berlaku umum tidak ada spesifik. Sehingga, perusahan yang ada harus taat terhadap hukum yang berlaku,” jelas Satrya.

Di sisi lain, Direksi PT Inalum Oggy Achmad Kosasih mengatakan berdasarkan undang-undang wajib pajak, keberatan bisa diajukan setelah sebelumnya membayarkan pajak. Menurut Kosasih, dalam metode perhitungan pajak pembangkit listrik apabila kualitas air berubah. Sedangkan kualitas air Sungai Asahan yang dimanfaatkan pihaknya tidak berubah. Kondisi ini yang menjadi dasar PT Inalum enggan membayar PAP. PT Inalum juga merasa terbebani dengan pajak penerangan jalan untuk listrik yang dihasilkan.

“Mohon perhitungan pajak berdasarkan Rupiah/kwh setiap beban listrik yang dihasilkan. Jadi, jika listrik yang dihasilkan kecil, maka beban pajak juga berkurang,” ujar Kosasih saat rapat.

Seperti diketahui sebelumnya, PT Inalum dikuasai oleh Jepang selama lebih kurang 30 tahun. Tetapi, sejak 31 Oktober 2013 PT Inalum berhasil diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sehingga berdasarkan Perda dan Pergub, PT Inalum (seharusnya) wajib membayar pajak untuk menambah kas negara maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD). 

Sumber: PKS Sumatera Utara