Desain Pemberantasan Korupsi Tidak Pada Perbaikan Sistem

JAKARTA (9/12) - Desain pemberantasan korupsi di Indonesia masih berfokus pada sektor penindakan, bukan melakukan perbaikan sistem dan upaya pencegahan. 

"Akibatnya korupsi terus terjadi, karena pada dasarnya sistem mengondisikan seseorang untuk korup. Ini ibarat orang sakit, yang dilakukan hanya memberikan obat penghilang rasa sakit saja, tanpa dicari apa penyebab sakitnya," kata anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Al Habsy di Jakarta, Selasa (9/12).

Bila membicarakan capaian, dirinya tak memiliki data penanganan kasus korupsi dari 3 lembaga penegak hukum yang paling mutakhir. “Yang pernah saya baca pada 2012 penyelesaian oleh Kejaksaan Agung 1.272 perkara korupsi, Polisi 1.711 perkara korupsi, dan KPK 36 perkara korupsi,” ujarnya.

Padahal, kata Al Habsy, di saat itu biaya penangan satu perkara di KPK bisa sampai Rp 300 juta lebih. Sedangkan di Kepolisian, satu perkara sekitar Rp 37 juta. Disisi lain, gaji penyidik di KPK empat kali lipat atau empat ratus persen dari gaji penyidik Kepolisian. "Silakan saja dibandingkan, bagaimana kinerja masing-masing," katanya.

Menurut seorang teman yang mengikuti Pidato Purna Bhakti Prof. Romli Atmasasmita, kata Al Habsy, antara 2009-2013 keberhasilan penegak hukum dalam mengembalikan keuangan negara antara lain dari KPK sebanyak Rp 700 miliar, Polri Rp 2 triliun dan Kejaksaan Rp 6,2 triliun. 

"Dari beberapa data tersebut, publik tentunya bisa menganalisa bagaimana kinerja dan produktivitas lembaga penegak hukum yang ada dalam melakukan pemberantasan korupsi. Baik dalam capaian penanganan jumlah perkara, maupun dalam upaya pengembalian kerugian negara," kata politisi PKS itu.

Sumber: http://www.antaranews.com