Catatan Akhir Tahun 2021, PKS: Dampak Omnibus Law, Petani dan Nelayan Semakin Sengsara

Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan Riyono. (Foto: Donny/HumasPKS)
Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan Riyono. (Foto: Donny/HumasPKS)

Jakarta (29/12) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menggelar rangkaian Diskusi Catatan Akhir Tahun 2021. Salah satu diskusi membahas terkait aspek tenaga kerja, tani dan nelayan dengan tajuk 'Pasca Omnibus Law: Buruh, Tani dan Nelayan Dapat Apa?', Ahad-Senin (26-27/12/2021). Dalam diskusi online di akun instagram @PK_Sejahtera ini hadir sebagai narasumber Ketua DPP PKS Bidang Ketenagakerjaan Martri Agoeng, Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan Riyono dan Pegiat HAM - Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) Marthin Hadiwinata.

Riyono dalam kesempatan itu memaparkan, 53% kemiskinan Indonesia saat ini ada di wilayah pedesaan dan pesisir. Sekarang ini mereka mulai merasakan dampak adanya Undang-Undang (UU) Omnibus Law, terutama di sektor perikanan, kelautan, dalam arti yang luas.

"Saya membahas, memberikan masukan, saran dan sekaligus kritikan pada awal-awal Fraksi PKS menyatakan sikap menolak. Ada beberapa catatan di sektor perikanan dan kelautan. Pertama, dengan adanya UU Omnibus Law itu yang sangat terpengaruh yang terkait dengan definisi nelayan. UU No. 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Di UU ini misalkan membahas tentang kapal nelayan itu maksimal 10 gros ton, di UU Omnibus Law itu sekarang tidak ada. Ini menjadi alarm bahwa laut kita ini nanti siapa yang kuat nanti dia yang akan berkuasa," kata Riyono.

Di sektor pertanian, lanjut Riyono, akibatnya ke depan import akan menjadi senjata utama pemenuhan pangan nasional, karena import menjadi salah satu andalan utama untuk memenuhi kedaulatan pangan. Dia mengungkapkan, bahwa produksi dalam negeri atau dalam hal ini adalah hasil dari petani, bukan lagi menjadi andalan utama.

"Ini yang perlu dicermati bersama bahwa UU Omnibus Law dampaknya sangat terasa di petani dan nelayan, sehingga pemerintah dalam hal ini ya kita dari awal menyatakan sikap bahwa disahkannya UU Omnibus Law kawan-kawan petani dan nelayan akan semakin sengsara," ujar Riyono.

Anggota Komisi C DPRD Jawa Tengah ini mengungkapkan, naiknya harga telur ayam dan minyak goreng baru baru ini dinilai memperparah kondisi petani kelapa sawit. Perlindungan terhadap petani sawit nyaris tidak ada. Bahkan ketika petani sawit mau panen, dari segi keamanan 14 hari mau panen justru sudah dipanen oleh orang lain. Menurutnya, ini menjadi tantangan berat terutama salah satunya di Lampung.

"Kedua bagaimana kemudian perlindungan kepada petani sawit kita, karena semua sudah dikuasai oleh korporasi. Teman-teman petani itu hanya menjadi buruh, tidak memiliki kemampuan untuk bergaining berkaitan dengan harga. Mereka tidak punya kemampuan untuk kemudian berkata bahwa saya yang produksi sawit, karena mereka semua sudah menjadi buruh, dan ini dampaknya yang sekarang kemudian minyak goreng, kemudian gula, kemudian bawang putih itu semuanya dikendalikan oleh korporasi. Petani baru menjadi dalam hal ini korban dari adanya korporasi-korporasi besar," ungkap Riyono.

"Kalau kita mau berangkat dari kemampuan kita sendiri, teman-teman petani kita dorong mereka untuk mampu berdiri di kaki sendiri, kalau di level kebijakan tentu kita mendorong teman-teman di PKS dan ini sudah kita lakukan, kalau saya di Jawa Tengah ini sedang menyusun Raperda perlindungan dan pemberdayaan pelaku usaha perikanan termasuk di dalamnya ada nelayan, ada pembudidaya, kemudian di situ ada pengolah, kita bikinkan perangkat hukumnya, agar APBD di tingkat provinsi dan kabupaten itu berpihak kepada mereka. Karena ini adalah tindakan riil yang bisa kita lakukan dan itu sangat mungkin," tutur Riyono.

Misalkan, masih kata Riyono, pada saat harga cabe murah maka Pemerintah harus turun tangan dengan memberikan intervensi untuk subsidi harga. Termasuk telur ayam yang sebulan lalu harganya Rp 17 ribu sekarang menjadi Rp 30 ribu, ini menjadi salah satu cara di level kabupaten di level provinsi dan di level pusat yang disubsidi jangan hanya bahan bakar minyak (BBM).

"Kita harus mampu bagaimana kemudian BUMN-BUMN kita mempunyai peran kemudian menghidupkan memberikan asa kepada petani kita ada jaminan harga, karena selama ini misalkan garam, harga perkilo Rp 200, karena di Perpres garam itu bukan termasuk barang penting, makanan, minuman, industri itu senangnya mengambil dari import, padahal kebutuhan nasional garam kita ini bisa, cabe juga sama pada saat pemerintah menyatakan cabe kita surplus tapi mereka tidak melakukan apa-apa pada saat harga cabe turun. Yang bisa kita dorong sebenarnya adalah boleh di level kabupaten di level provinsi berikan insentif yang cukup untuk petani kita," jelas Riyono.

Lebih lanjut Riyono mengungkapkan, dirinya pernah mengusulkan terkait subsidi pupuk. Subsidi pupuk selama ini yang menikmati bukan petani, tapi subsidi pupuk justru dinikmati oleh perusahaan pupuk. Pada saat pupuk sampai ke petani harganya mahal kembali. "Seolah-olah sehingga subsidi itu tidak ada. Makanya perlu kalau kemudian ada BLT, dalam rangka covid itu, seharusnya pemerintah mampu memberikan bantuan langsung tunai kepada petani, untuk subsidi biaya produksi, subsidi biaya harga, ada kepastian harga," imbuh Riyono. "Secara kebijakan itu kita lakukan, sehingga skalanya harusnya bisa diperjuangkan secara nasional, dan terkait ini PKS sudah hadir dan betul-betul mendidik masyarakat untuk memberikan solusi terutama teman-teman petani dan nelayan," terang Riyono.

Sementara itu, terkait dengan sekolah Tani yang digagas PKS, Riyono mengungkapkan tingginya antusiasme masyarakat terhadap program kolaborasi antara bidang buruh tani dan nelayan dengan kepemudaan PKS itu. Terbukti dari 6000 pendaftar hampir 1500 minat di sektor perikanan, dan pertanian dalam arti luas. Saat ini dia mengaku, sedang menggalakkan di level kabupaten kota agar mempunyai sekolah tani, sekolah ternak, sekolah nelayan milenial, yang jargonnya mencetak ribuan petani muda.

"Itu di sana kita akan memberikan mereka mulai dari keterampilan teori sampai praktek, dan alhamdulillah sudah banyak succses story kita, yang saya sudah mempraktikan sendiri budidaya udang kemudian juga ada yang budidaya ternak domba, kambing, kemudian juga ada sapi, ini sudah kita lakukan semuanya sehingga kalau para petani-petani muda, teman-teman semuanya sarjana-sarjana yang baru lulus ke depan bisnis perikanan, pertanian dan kelautan adalah bisnis yang menjanjikan, fokus saja ke situ insya Allah nanti akan berhasil," pungkas Riyono.