Aleg PKS Dorong Pemerintah Berkaca pada Negara Ramah Difabel

Tasikmalaya (20/09) — Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Toriq Hidayat sepakat, bahwa penyandang disabilitas penting dilibatkan dalam dalam perencanaan dan pembangunan transportasi publik di Indonesia.

“Saudara-saudara kita, penyandang disabilitas, harus dilibatkan secara optimal pada pembangunan transportasi publik di Indonesia. Terutama pada tahap awal. Yakni desain dan perencanaan,” tutur politisi PKS ini.

Senada dengan Peneliti The Habibie Center, Toriq menyebutkan bahwa melibatkan kelompok penyandang disabilitas pada desain awal, secara anggaran akan jauh lebih efisien. Dibandingkan dengan melakukan renovasi, setelah pembangunan.

“Para penyandang disabilitas memiliki keunikannya masing-masing. Maka melibatkan mereka sejak awal, akan memberikan masukan yang tepat dalam membangun transportasi publik yang ramah untuk saudara-saudara kita,” jelasnya.

Menurut Toriq, perlu berkaca pada negara dan kota di dunia yang ramah difabel. Mereka menjadikan Negara sebagai rumah bagi setiap warganya, tak peduli difabel atau tak difabel.

“Semua orang berhak atas kesetaraan, pantas untuk hidup dengan kualitas terbaik. Beranjak dari pemahaman itu, negara seharusnya menjadi rumah yang ramah bagi setiap difabel. Dan indikator paling mudah adalah ketersediaan fasilitas yang dapat menunjang keseharian mereka,” ucapnya.

Lalu Toriq menambahkan, dalam wawancara sebuah media dengan seorang tunanetra asal Melbourne, Australia. Disebutkan bahwa salah satu tantangan bagi para difabel yang jarang dibicarakan adalah ketakutan.

“Ketakutan karena tidak dapat menavigasi lingkungan yang sibuk dan semrawut. Hal-hal sederhana seperti pergi berbelanja, jalan-jalan di taman, pergi ke tempat kerja, mencari pekerjaan atau bersosialisasi bisa menjadi hal yang menakutkan,” imbuhnya.

Kemudian dari ketakutan ini maka tercipta inovasi di Stasiun Southern Cross Australia. Sebuah sistem yang menjadi penting untuk penyandang difabel. Secara sederhana inovasi di stasiun itu dapat diartikan sebagai sistem navigasi suar (isyarat) yang mengirimkan sensor audio kepada pengguna melalui ponsel cerdas mereka.

“Isyarat itulah yang dapat memberikan petunjuk arah, menandai eskalator yang dapat digunakan oleh para difabel, hingga memberi tahu area yang tidak dapat dilewati oleh para difabel ”, tambah Toriq.

Oleh karenanya Ia berharap adanya kolaborasi yang optimal dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Untuk menjadikan Negara sebagai rumah yang ramah bagi semua orang. khususnya bagi 209.604 difabel di Indonesia.