Triwulan III: Angka Pengangguran dan Angka Kemiskinan Stagnan Ekonomi

Sohibul Sambangi Pengrajin Pigura (ilustrasi)
Sohibul Sambangi Pengrajin Pigura (ilustrasi)

Memed Sosiawan
Ketua Bidang EKUINTEK-LH DPP PKS

Badan Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 7 November menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 adalah 5,02%. Pertumbuhan ekonomi tersebut melemah dari pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2016 yang tumbuh 5,18%, meskipun meningkat dibanding triwulan I-2016 sebesar 4,91% dan triwulan II-2015 sebesar 4,66%. Namun secara keseluruhan, rata-rata pertumbuhan 2016 sebesar 5.037% tersebut masih dibawah target pertumbuhan yang dipatok 5.2% dalam APBNP-2016, namun pertumbuhan 2016 masih lebih baik dari pertumbuhan 2015 yang hanya mencapai 4,79%. Dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi selama dua tahun terakhir sebesar 4,91%, angka pengangguran terbuka dan angka kemiskinan dalam dua tahun terakhir mengalami stagnasi tidak mengalami penyusutan berarti. Stagnasi angka pengangguran terbuka dan angka kemiskinan tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi. 

Rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi terhadap penciptaan lapangan kerja baru dikarenakan yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi bukan lagi industri manufaktur dan padat karya, namun sektor jasa dan industri padat modal yang tidak menciptakan lapangan pekerjaan baru sesuai dengan pertumbuhan angkatan kerja baru, tiga lapangan usaha yang mencatat pertumbuhan tertinggi dan mendorong pertumbuhan ekonomi selama dua tahun terakhir adalah: Informasi dan komunikasi (9,2%), jasa keuangan dan asuransi (8,83%) dan transportasi - pergudangan (8,2%). 

Dengan pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,037% terjadi penurunan pengangguran terbuka dari 7,56 juta orang (6,18%) menjadi 7,02 juta orang (5,5%), artinya terjadi penurunan pengangguran terbuka sebesar 540.000 orang, dengan demikian elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penciptaan lapangan kerja adalah 1 persen pertumbuhan ekonomi menyerap 107.206 tenaga kerja, elastisitas tersebut terus menurun bila dibandingkan dengan elastisitas tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2014 elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penciptaan lapangan kerja adalah 1 persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap 260.000 tenaga kerja, bahkan pada tahun 2004 setiap 1 persen pertumbuhan menyerap 400.000 tenaga kerja. Prosentase tingkat pengangguran terbuka selama dua tahun terakhir juga masih belum mencapai target RPJMN, karena target tingkat pengangguran terbuka pada RPJMN 2015-2019 sebesar 5,0%-5,3%. Bahkan Nawacita Presiden dalam janji kampanye juga menargetkan teciptanya lapangan kerja untuk 2 juta orang pertahun, sehingga totalnya adalah 10 juta orang selama 5 tahun pemerintahan. Investasi besar-besaran di sektor infrastruktur yang sangat diharapkan menyerap tenaga kerja ternyata juga tidak mampu banyak menyerap tenaga kerja lokal karena investor membawa sendiri seluruh tenaga kerja dari negara asalnya untuk mengisi semua lowongan jabatan dari hulu ke hilir, dari direksi-manajer sampai tukang gali-jurumasak. 

Kondisi angka kemiskinan juga tidak mengalami pengurangan yang berarti, bahkan cenderung stagnan dalam dua tahun terakhir. Nawacita Presiden yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 menargetkan angka kemiskinan sebesar 9% - 10%, namun pencapaian angka kemiskinan masih lebih besar dari yang ditargetkan. Realisasi angka kemiskinan pada 2015 adalah 11,13% (28,51 juta jiwa), realisasi tersebut meningkat lebih tinggi dari realisasi angka kemiskinan pada 2014 yang sebesar 10,96% (27,73 juta jiwa). Bahkan realisasi angka kemiskinan sampai bulan maret 2016 yang sudah menurun menjadi 10,86% (28,01 juta jiwa) dibandingka dengan angka kemiskinan pada 2014 dan 2015, namun jumlah penduduk miskinnya (28,01 juta jiwa) masih lebih besar dari jumlah penduduk miskin tahun 2014 (27,73 juta jiwa).