Terjadi Kerancuan dan Tumpang Tindih terkait Pemberian Likuiditas Jangka Pendek Antara Perpu No 1 Th 2020 tentang KKN SSK Pandemi Corona dengan PP No 23 th 2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional

Oleh: Memed Sosiawan

Ketua DPP PKS Bidang Ekuintek-LH

Pada tanggal 9 Mei 2020, Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.

PP PEN ini merupakan turunan lebih lanjut dari Perpu no. 1 tahun 2020 tentang KKN SSK Pandemi Corona, sebagaimana dimuat dalam BAB II Kebijakan Keuangan Negara, Bagian Keempat, tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pada Pasal 11 ayat (7), yang berbunyi: Pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Terkait dengan pemberian Likuiditas Jangka Pendek, sebenarnya dalam Perpu No. 1 tahun 2020 sudah diatur secara terinci tugas-tugas dari Lembaga-lembaga yang terlibat, antara lain: Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK); Bank Indonesia (BI); dan Pemerintah. Tugas-dan kewenangan dari lembaga terkait tersebut diuraikan dalam Bab III tentang Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan.

Tugas dan wewenang KKSK disebutkan dalam BAB III Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan, Bagian Kesatu tentang Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan pada Pasal 14 disebutkan bahwa, Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah-tengah kondisi terjadinya pandemi Corona Vints Disease 2019 (COVID-I9) dan/atau untuk menghadapi ancaman krisis ekonomi dan/atau stabilitas sistem keuangan, perlu menetapkan kebijakan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5).

Pasal 14 Ayat (1) berbunyi: Dalam rangka pelaksanaan kebijakan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang selanjutnya disebut KSSK, diberikan kewenangan untuk: a. menyelenggarakan rapat melalui tatap muka atau melalui pemanfaaan teknologi informasi guna merumuskan dan menetapkan langkah-langkah penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan; dan b. menetapkan skema pemberian dukungan oleh Pemerintah untuk penanganan permasalahan lembaga jasa keuangan dan stabilitas sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.

Tugas dan wewenang BI disebutkan dalam BAB III, Bagian Kedua tentang Kewenangan dan Pelaksanaan Kebijakan oleh Bank Indonesia (BI), pada Pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa, Untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Bank Indonesia (BI) diberikan kewenangan untuk: a. memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah kepada Bank Sistemik atau bank selain Bank Sistemik; b. memberikan Pinjaman Likuiditas Khusus kepada Bank Sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas dan tidak memenuhi persyaratan pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah yang dijamin oleh Pemerintah dan diberikan berdasarkan Keputusan KSSK.

Demikian pula disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1) bahwa, Dalam pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Indonesia (BI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a: a. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penilaian mengenai pemenuhan persyaratan/kecukupan solvabilitas dan tingkat kesehatan Bank Sistemik atau bank selain Bank Sistemik; dan b. Bank Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penilaian mengenai pemenuhan kecukupan agunan dan perkiraan kemampuan Bank Sistemik atau bank selain Bank Sistemik untuk mengembalikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah.

Tugas dan wewenang  Pemerintah disebutkan dengan jelas dalam Bagian Kelima, Kewenangan dan Pelaksanaan Kebijakan oleh Pemerintah, pada Pasal 24 (1) bahwa, Untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Pemerintah diberikan kewenangan untuk memberikan pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS); dan (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian pinjaman oleh Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dilanjutkan pada Pasal 25 bahwa, Pemberian pinjaman oleh Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengalami kesulitan likuiditas yang membahayakan perekonomian dan sistem keuangan sebagai dampak pandemi Corona Vints Disease (COVID- 19).

Tugas dan wewenang lembaga sepeti KKSK, Bank Indonesia (BI), OJK, LPS, dan Pemerintah yang sudah terinci dan jelas sebagai disebutkan dalam Perpu No. 1 tahun 2020, kemudian menjadi bias dan rancu dengan terbitnya PP No. 23 tahun 2020, terutama terkait dengan Pemberian Likuiditas Jangka Pendek. Selain kerancuan yang timbul akibat penentuan skema dan selama proses Pemberian Likuiditas Jangka Pendek, juga mucul kerancuan dalam nomenklatur perbankan yang menerima kucuran Likuiditas Jangka Pendek tresebut, dengan munculnya nomenklatur baru yang disebut sebagai Bank Peserta dan Bank Pelaksana.

Beberapa hal yang membuat kerancuan dalam PP No. 23 tahun 2020, antara lain disebutkan pada BAB V Pelaksanaan Program PEN, Bagian Kedua tentang Penempatan Dana, pada Pasal 10 ayat (1) diyatakan bahwa, Dalam rangka pelaksanaan Program PEN, Pemerintah dapat melakukan Penempatan Dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja; dan pada ayat (2) dinyatakan bahwa, Penempatan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada Bank Peserta.

Syarat Bank Peserta disebutkan dalam ayat (3) bahwa, Bank Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memiliki kriteria sebagai berikut: a. merupakan bank urnum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah Indonesia, dan paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) saham dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; b. merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK; dan c. termasuk dalam kategori 15 (lima belas) bank beraset terbesar. Sedangkan terkait penetapan Bank Peserta, disebutkan dalam ayat (4) bahwa, Bank Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan informasi Ketua Dewan Komisioner OJK mengenai kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Hubungan antara Bank Peserta dan Bank Pelaksana terkait pemberian Likuiditas Jangka Pendek, disebutkan dalam Pasal 11 ayat (1) bahwa, Bank Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) berfungsi menyediakan dana penyangga likuiditas bagi Bank Pelaksana yang membutuhkan dana penyangga likuiditas setelah melakukan: a. restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja; dan/atau b. tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Ralryat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja. Sedangkan pada ayat (2) disebutkan, Bank Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertindak sebagai Bank Pelaksana menerima dana penyangga likuiditas dari Penempatan Dana Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).

Hubungan antara Bank Pelaksana dengan UMKM dan Koperasi disebutkan dalam Pasal 11 ayat (3) bahwa, Bank Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan dukungan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiavaan modal kerla kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Koperasi.

Syarat untuk menjadi Bank Pelaksana yang dapat menerima dana Likuiditas dari Bank Peserta disebutkan dalam Pasal 11 ayat (4) bahwa, Bank Peserta dapat memberikan dana penyangga likuiditas kepada Bank Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila Bank Pelaksana tersebut: a. merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK; dan b. memiliki SBN, Sertifikat Deposito Bank lrrdonesia, Sertifikat Bank Indonesia, Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum direpokan tidak lebih dari 60.6 (enam persen) dari dana pihak ketiga.

Model kerjasama antara Bank Peserta dengan Bank Pelaksana disebutkan dalam Pasal 11 ayat (5) bahwa, Transaksi antara Bank Pelaksana dengan Bank Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam suatu perjanjian antara kedua belah pihak; dan ayat (6) meyebutkan bahwa, OJK dan/atau otoritas yang berwenang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh Bank Peserta dalam menyediakan dana penyangga likuiditas bagi Bank Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4).

Hal-hal lain tekait disebutkan dalam, antara lain: Pasal 12 Dalam hal Bank Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mengalami permasalahan dan diserahkan penanganannya kepada Lembaga Penjamin Simpanan, Lembaga Penjamin Simpanan mengutamakan pengembalian dana Pemerintah; Pasal 13 Ketentuan mengenai tata cara pemberian informasi oleh OJK sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 10 ayat (4) dan Pasal 11 ayat (6) diatur bersama antara Menteri dan Ketua Dewan Komisioner OJK; dan Pasal 14 Ketentuan mengenai tata cara Penempatan Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Menteri.

Kewenangan Pemerintah dalam mengatur skema pemberian Likuiditas Jangka Pendek kepada Bank Perserta dan Bank Pelaksana secara terinci seperti yang diatur dalam PP No 23 tahun 2020 tersebut jelas melampaui kewenangan KKSK sebagaimana disebutkan dalam Perpu No.1 tahun 2020 Pasal 14 ayat (1) b. bahwa, KKSK menetapkan skema pemberian dukungan oleh Pemerintah untuk penanganan permasalahan lembaga jasa keuangan dan stabilitas sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.

Kewenangan Pemerintah Dalam rangka pelaksanaan Program PEN sebagaimana dinyatakan dalam PP No 23 tahun 2020 Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), bahwa Pemerintah dapat melakukan Penempatan Dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja, dan Penempatan Dana sebagaimana dimaksud dilakukan kepada Bank Peserta tersebut tidak sesuai dengan kewenangan pemerintah yang disebutkan dalam Perpu No. 1 tahun 2020, yaitu dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah-tengah kondisi terjadinya pandemi Corona, sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) bahwa, Untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan, Pemerintah diberikan kewenangan untuk memberikan pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian pinjaman oleh Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Jadi Pinjaman atau Likuiditas dari pemerintah ditujukan kepada LPS bukan kepada Bank Peserta.

Munculnya nomenklatur baru dengan nama Bank Peserta dan Bank Pelaksana, merupakan nomenklatur yang tidak pernah disebutkan dalam UU No. 9 tahun 2016 tentang Pencegahan Dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) dan juga nomenklatur tersebut tidak pernah disebutkan dalam Perpu No. 1 tahun 2020 tentang KKN SSK Pandemi Corona, karena UU No. 9 tahun 2016 hanya mengenal nomenklatur Bank Sistemik dan Bank Perantara, sedangkan Perpu No 1 tahun 2020 hanya mengenal nomenklatur Bank Sistemik dan bank selain Bank Sistemik. Perbedaan nomenklatur perbankan antara UU No. 9 tahun 2016 dan Perpu No. 1 tahun 2020 dengan PP No. 23 tahun 2020 akan memberi peluang kebocoran besar-besaran dalam Pemberian Likuiditas Jangka Pendek. Kalau sebuah Bank Sistemik atau bank selain Bank Sistemik  namun juga berstatus sebagai Bank Peserta atau Bank Pelaksana, maka bank tersebut dapat menerima aliran Pemberian Likuiditas Jangka Pendek dari Bank Indonesia maupun Pemerintah, padahal dalam hal Bank Peserta mengalami permasalahan dan diserahkan penanganannya kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) harus mengutamakan pengembalian dana Pemerintah sebagaimana dinyatakan dalam PP No. 23 tahun 2020 Pasal 12, lalu bagaimana dengan nasib dana likuiditas yang berasal dari Bank Indonesia (Jakarta, 22 Mei 2020. Bidang Ekuintek-LH, DPP PKS).