Tanpa Keberpihakan Tak Akan Ada Swasembada Sapi

MSI sedang kunjungi Pabrik Pengolahan Kopi beberapa pekan lalu (ilustrasi)
MSI sedang kunjungi Pabrik Pengolahan Kopi beberapa pekan lalu (ilustrasi)

Data Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa, saat ini Indonesia memiliki 6.2 juta peternak sapi. Lemahnya proses pembinaan terhadap para peternak sapi tersebut, menyebabkan sebagian dari para peternak hanya dibantu dari sisi pengadaan sapinya saja, baru sekedar punya ternak dan dapat beternak, tapi kurang dibimbing untuk menjadi pengusaha ternak sapi yang baik.

Dari 6.2 juta peternak sapi tersebut, sebagian besar adalah bertindak sebagai manajer usaha ternak mereka sendiri, dimana masing-masing memiliki 1 hingga 3 ekor sapi. Status sebagai pemilik sekaligus sebagai manajer ternak inilah yang ditengarai, menjadi penyebab lemahnya kemampuan manajerial dan pengelolaan sapi. Para peternak tidak punya rencana yang tepat, kapan harus dipelihara dan kapan saat yang tepat untuk dijual. Perilaku yang berkembang adalah Ketika butuh uang dijual, ketika tidak butuh tidak dijual, tidak peduli sapi jantan atau betina, sapi bunting atau tidak bunting.

Mengurus peternakan sapi memiliki skiil tersendiri, baik dalam kapasitas sebagai peternak mapun sebagai manajer peternakan, kedua fungsi tersebut memiliki perbedaan. Bahkan ada peran pemerintah dalam memfasilitasi pengelolaannya, ada kejelasan keberpihakan pemerintah demi kepentingan peternak. Keberpihakan harus juga diberikan kepada peternak kecil, mereka bisa diorganisasi untuk bernisnis secara kelompok sebagaimana peternak di negara-negara maju.

Bisnis secara berkelompok bila berkembang akan menguntungkan, hal Ini memang bukan pekerjaan mudah. Kata kuncinya harus ada perubahan cara berfikir, khususnya para peternak yang selama ini merasa sudah nyaman dengan pola yang ada. Peternak harus diajarkan manajemen organisasi ternak yang baik, dan mereka harus memahami makna efisien dan produktivitas, harus memahami cara beternak yang baik dan benar.

Pemerintah seharusnya berperan menjadi fasilitator dan dinamisator dan tidak boleh dilupakan keterlibatan pelaku usaha industri pengolahan sapi yang menjadi pasar bagi peternak ketika berbisnis secara kelompok. Dan yang tak kalah penting peran dan dukungan secara politis dari kalangan Legislatif dalam menyukseskan upaya pemberdayaan ternak secara berkesinambungan.

Besarnya peran pemerintah dalam mewujudkan swasembada sapi menjadi sebuah keniscayaan. Namun kondisi faktual jalannya roda pemerintahan tidak berjalan integral. Masing-masing lembaga mementingkan egonya sendiri. Dan tragisnya ego sentris bukan ditingkat Kementerian atau di level eselon 1 tetapi terjadi di tingkat eselon lebih bawah, yakni subdirektorat (eselon 3). Setiap subdirektorat memiliki program sendiri yang tidak boleh bersinggungan dengan program subdirektorat lain. Jika bersinggungan justru menimbulkan masalah admisnitrasi keuangan negara. Dengan demikian sistem penganggaran turut berperan memunculkan ego lembaga yang demikian kuat. Akibatnya dinding pemisah antar lembaga kian menebal.

Mestinya triliunan rupiah yang dialokasikan di banyak kementerian khusus untuk peternakan diarahkan ke beberapa target yang sama melalui pengorganisasian yang baik sejak perencanaan sampai evaluasinya. Mesti ada Tupoksi masing-masing setiap di lembaga utk mengarahkan anggaran ke target yang sama. Disisi ekternal pemerintah juga meminta agar perguruan tinggi untuk menyasar target yang sama dengan melakukan kerjasama program. Bentuk kerjasama perguruan tinggi dinilai sebagai pengabdian masyarakat yang memiliki kum bagi tenaga pengajar.

Mampukah pemerintah menjembatani ini semua, dan adakah kemauan untuk itu. Jika pemerintah Jokowi tidak berbenah diri jangan bermimpi swasebada sapi bisa terwujud.

Sekretaris Departemen Ketahanan Pangan DPP PKS

Achyar Eldine