PKS Berkomitmen Untuk Terus Melayani Para Pekerja Migran

JAKARTA-Dalam sesi ke empat, Training Organisasi Sahabat Indonesia (TO SMI) yang dilaksanakan secara daring ahad, 21/ 08/ 2022, hadir memberikan sambutan adalah Diah Nurwitasari, wakil ketua Bidang Pemberdayaan Ketahanan Keluarga (BPKK) dan juga anggota DPR RI Fraksi PKS.     

Dalam sambutanya, Diah menyampaikan bahwa PKS tetap berkomitmen untuk terus melayani para pekerja migran. Diah mengharapkan, kedepan ada komunikasi dan program-program khusus untuk keluarga migran, tidak hanya diluar negeri, tetapi juga di dalam negeri. Diah menambahkan, SMI bisa berkolaborasi dengan program BPKK dalam memberikan pelayanan kepada pekerja migran agar lebih maksimal lagi.

Berbagai permasalahan Pekerja Migran Indonesia (PMI) baik sejak di kampung halaman hingga di negara penempatan seringkali terus menghantui tanpa ada penyelesaian.

Permasalahan yang melanda PMI sebenarnya sangat beragam, dari permasalahan ekonomi, hukum ketenagakerjaan, hingga persoalan psikologis seperti tekanan dari situasi kerja, hambatan berkomunikasi dengan keluarga, perbedaan pendapat bahkan hingga keinginan dengan pasangan maupun keluarga di kampung halaman dan lain sebagainya.

Mengantisipasi hal tersebut, praktisi psikologi dari Rumah Konseling, Kisma Fawzia, S.Psi menegaskan, siapapun bisa menjadi konselor.

"Pada prinsipnya, konseling itu mendengarkan, menemani dan menguatkan, agar yang bermasalah bisa memetakan dan mengatasi permasalahan dirinya sendiri." jelas perempuan yang akrab disapa Zeezee ini saat menjadi pembicara di Training Organisasi Sahabat Migran Indonesia.

Saat melakukan konseling, konselor mutlak harus melakukan active listening atau mendengarkan secara aktif, dimana menurut Zeezee, mendengarkan itu bukan hanya dengan telinga saja, melainkan melibatkan body language atau bahasa tubuh, mengingat, proses mendengarkan ini merupakan proses menyerap input yang cukup komplek.

Hal ini sangat penting sekali, sebab masalah utama pada individu itu seringkali karena tidak punya masalah untuk menyalurkan emosi dia.

"Jangan sampai saat proses bercerita sedang berlangsung, kemudian orang yang kita dampingi menangis atau menunjukkan bentuk emosi lainnya kemudian kita memutus ceritanya dengan 'jangan nangis, kamu pasti bisa'" lanjutnya.

Ungkapan seperti tersebut dapat menganggu ortang yang sedang didampingi untuk bebas mengeluarkan apa yang dia pendam, apa yang dia simpan di ruang rahasianya.

"Biarkan dia mengeluarkan dulu apa yang dia pendam selama ini" lanjut Zeezee.

Sebagai bentuk katarsis, dengan menceritakan apa yang dipendam oleh seseorang itu sudah cukup melegakan secara psikologis.

Tinggal selanjutnya bagaimana seorang konselor membantu mendampingi klien untuk memetakan masalah, hingga menemukan jalan keluar, dengan menuliskan skala prioritas misalnya.

"Mendampingi dengan menuliskan pilihan, kemudian menuangkan untung dan rugi dari setiap pilihan, baru selanjutnya menghitungnya, keputusan mana yang layak diambil" terang Zeezee.

Situasi di negara penempatan pekerja migran diakuinya sangat unik. Karena hal itulah, Zeezee mengingatkan, sebaiknya proses konseling dilakukan terhadap yang berjenis kelamin sama.

"Jangan sampai pria mendampingi wanita, dan sebaliknya untuk meminimalkan resiko munculnya masalah baru" pingkas Zeezee.