Pembatalan Perda Harus Berdasarkan Parameter Pancasila

Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo
Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo

Surabaya (16/6) - Pemerintah mengungkapkan telah membatalkan lebih dari 3 ribu Peraturan Daerah (Perda). Perda-perda tersebut dinilai sebagai salah satu penghambat pembangunan ekonomi.

Menurut anggota FPKS MPR RI Sigit Sosiantomo, alasan pembatalan perda-perda yang dikemukakan pemerintah dapat memicu kontroversi. Sebab seharusnya, menurut dia, pembatalan perda dilakukan dengan mempertimbangkan Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai parameter.

"Pembatalan itu dilakukan seharusnya apakah perda tersebut sesuai Pancasila dan UUD NRI 1945 atau tidak. Bukan semata karena dianggap menghambat pembangunan. Pembangunan yang bagaimana," ujar Sigit dalam Sosialisasi Empat Pilar: Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di Graha Swadaya RW 01, Kelurahan Tembok Dukuh, Bubutan, Surabaya, Sabtu (11/6/2016).

Dalam kegiatan yang dihadiri sekitar 150an warga masyarakat Bubutan tersebut, Sigit menegaskan, nilai-nilai yang dirumuskan dalam Pancasila dan UUD 1945 bertujuan untuk menjaga kedaulatan dan ketahanan Indonesia sebagai bangsa besar yang bermartabat dalam segala bidang, khususnya ekonomi dan pembangunan. Pancasila dan UUD 1945 menjaga agar pembangunan Indonesia bernafaskan kedaulatan dan keadilan sosial.

Anggota Komisi V DPR RI ini justru berpendapat, penghapusan perda-perda yang dianggap bermasalah hanya karena menghambat pembangunan, malah akan mendorong proses liberalisasi dalam kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia.

"Karena itu baiknya pemerintah menjelaskan perda-perda apa saja yang dihapuskan, kenapa dihapuskan, dan faktor apa yang membuatnya menjadi penghambat pembangunan," cetus Sigit.

Wacana pembatalan perda-perda yang dianggap bermasalah berawal dari penjelasan Kementerian Bappenas soal jumlah aturan yang berlaku di Indonesia. Kementerian Bappenas mengungkapkan ada sekitar 42.000 aturan dalam bentuk perpres, PP, permen, hingga perda.

Presiden Jokowi menilai jumlah tersebut terlalu banyak dan menghambat pembangunan. Kementerian Dalam Negeri lalu mengungkapkan, sekitar 3.143 Perda telah dibatalkan.