Pakar: Lawan Prabowo-Hatta Tak Paham PHPU dan Hanya Alihkan Isu

Jakarta (8/8) - Pakar Hukum asal Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul mengatakan tindakan mempersoalkan legal standing pemohon dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Presiden 2014 adalah langkah yang salah kaprah. Chudry menegaskan bahwa perkara PHPU berbeda dengan perkara Pengujian Undang-undang (PUU) yang juga menjadi bagian dari kewenangan MK.

“Dalam PUU, legal standing pemohon memang penting, karena pemohon harus menjelaskan kerugian konstitusional yang disebabkan oleh pasal-pasal dalam undang-undang yang diuji,” kata Chudry di Jakarta, Jumat (8/8). 

Sementara dalam PHPU, kata Chudry, aturannya sudah jelas bahwa pemohon adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dia merujuk pada Pasal 2 ayat (1), Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang lengkapnya berbunyi “'Pemohon dalam perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden'. Prabowo Subianto-Hatta Rajasa kan jelas, mereka pasangan capres-cawapres. Jadi, mereka memenuhi kriteria sebagai pemohon PHPU,” ujarnya.

Chudry menambahkan pihak-pihak yang mempersoalkan legal standing Prabowo-Hatta dengan mengaitkan peristiwa penarikan diri yang disampaikan kubu Prabowo-Hatta tidak lama setelah KPU mengeluarkan penetapan hasil pemilu presiden, juga tidak memiliki dasar argumen yang kuat. Menurut dia, pernyataan penarikan diri itu adalah sikap politik kubu Prabowo-Hatta yang diselimuti emosi lantaran merasa dicurangi.

"Sikap politik seperti itu, jangan dicampuradukkan dengan proses hukum sengketa pilpres di MK. Chudry berpendapat penarikan diri Prabowo-Hatta tidak sama dengan pengunduran diri sebagaimana diatur dalam UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Kalaupun diartikan sebagai pengunduran diri, tidak ada aturan yang melarang capres yang mengundurkan diri menjadi pemohon PHPU," Chudry menjelaskan panjang lebar.

“Lagipula, setelah pernyataan penarikan diri, di media-media Ketua KPU tidak menyatakan Prabowo-Hatta mengundurkan diri, dan faktanya KPU tidak mempersoalkan langkah Prabowo-Hatta daftar PHPU,” paparnya.

Chudry berpendapat sidang PHPU seharusnya tidak berkutat pada hal-hal yang bersifat formal, yang seharusnya diperdebatkan adalah apakah benar terjadi kecurangan, apa bukti-buktinya, dan seterusnya. Menurut Chudry, langkah Prabowo-Hatta membawa sengketa pilpres harus dihormati, bukan justru dihalangi.

“Kita justru harusnya bersyukur dengan adanya perkara ini, nanti jadi preseden yang baik agar penyelenggaraan pemilu dapat terlaksana lebih baik lagi, jujur dan adil,” pungkas Chudry.