Netty: Pemerintah Belum Maksimal Lindungi Pekerja Migran Indonesia

Anggota Komisi IX Fraksi PKS DPR RI dan juga Ketua Bidang Kesejahteraan Sosial Dr. Netty Prasetiyani, M.Si, mengatakan bahwa pemerintah selama ini masih belum maksimal dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Hal itu disampaikan oleh Netty saat memberikan sambutan pada acara Akademi Pekerja Migran Indonesia Partai Keadilan Sejahtera (APMI-PKS), yang dilaksanakan pada Ahad, (16/1/2022) secara daring.

Dalam sesi ke 8 atau sesi terakhir ini, tema yang dibahas adalah kewirausahaan, bagaimana membangun “Bisnis dari Nol, Melawan Kemustahilan” yang disampaikan oleh Deni Trienahadi atau yang lebih dikenal dengan Abu Syauqi.

Kewirausahaan menjadi tema yang krusial dan sangat penting bagi para PMI setelah mereka kembali ke tanah air. Karena dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh PMI selama ini, setelah mereka kembali ke tanah air, mereka bingung mau melakukan apa.

Disisi lain mereka pulang membawa uang yang cukup untuk memulai sebuah usaha. Karena faktor ketidaktahuan inilah yang kemudian menjadikan para PMI purna tidak cakap dalam mengelola keuangan. Uangnya habis digunakan untuk hal-hal lain yang bersifat konsumtif, sehingga akhirnya mereka terjebak dalam siklus kembali lagi bekerja ke luar negeri, dan begitu seterusnya.

Kuliah yang dilaksanakan secara online tersebut mendapatkan perhatian yang sangat serius dari para Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik yang tersebar di luar negeri seperti Malaysia, Hongkong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan maupun Arab Saudi, maupun di dalam negeri yang kebanyakan adalah para PMI Purna, terutama dari daerah-daerah yang selama ini menjadi pengirim terbanyak PMI seperti Ponorogo, Tulung Agung, Cirebon, Lombok, Banjar Negara, Bogor, dan lainnya.

Dalam sambutannya, Netty menegaskan bahwa secara konstitusi tugas Negara adalah menyediakan pekerjaan yang layak bagi rakyatnya, namun hingga saat ini kewajiban tersebut belum sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah.

Netty juga memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada PMI yang telah rela meninggalkan keluarganya demi mendapatkan penghasilan yang layak. Netty menambahkah bahwa tidak semua jenis pekerjaan diluar negeri memadai bagi para PMI, dalam istilah akademis disebut pekerjaan 3D, (dangerous, dirty dan difficult) atau yang sering disebut sebagai klaster sektor informal.

Dalam catatannya, Netty menemukan bahwa sebagian besar permasalahan yang dihadapi oleh PMI disebabkan karena buruknya tata kelola penempatan dan minimnya perlindungan bagi PMI yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Termasuk hari ini, masih minimnya peran atase ketenagakerjaan di negara-negara penempatan,  semakin menjadikan perlindungan pemerintah kepada PMI belum maksimal seperti yang diharapkan.    

Sementara itu Abu Syauqi, dalam paparannya menjelaskan pentingnya menjadi pengusaha bagi setiap kita. Dimana Abu Syauqi menjabarkan minimal ada enam hal yang perlu diupayakan agar menjadi pengusaha, pertama memiliki keinginan dan keyakinan, kedua, memiliki mindset pengusaha, ketiga, memiliki rencana, keempat, menemukan formula yang tepat, kelima, mengikuti formula tersebut, dan keenam mampu melawan kebosanan.