Ketegangan Militer di Perbatasan Ukraina-Rusia Naikkan Harga Migas, Koreksi Asumsi Ekonomi Makro dan Postur APBN 2022, Serta Gerus Cadangan Devisa

Oleh: Memed Sosiawan (Ketua Komisi Kebijakan Publik MPP PKS)

Sejak bulan November 2021 terjadi peningkatan ketegangan militer di perbatasan timur Ukraina dengan Rusia. Sampai hari ini telah berkumpul lebih dari 100 ribu tentara Rusia di perbatasan dengan semua perlengkapan mesin perangnya, bahkan sudah terjadi pula penambahan tentara di perbatasan utara Ukraina dengan Belarusia yang merupakan sekutu Rusia.

Rusia adalah pemasok gas murah ke Eropa dengan volume 30% - 40% kebutuhan gas Eropa, setelah negara-negara Eropa menutup pembangkit nuklirnya secara permanen. Selain itu Rusia juga merupakan pemasok minyak ke pasar global dengan kapasitas lifting 11 juta barel minyak per hari, setara dengan kemampuan pasokan Saudi Arabia atau Amerika yang masing-masing mempunyai kapasitas lifting 10 juta barel minyak per hari. Tiga negara tersebut memasok 30% kebutuhan minyak global.

Ketegangan yang terjadi di perbatasan tersebut selama empat bulan terakhir secara pasti mendorong kenaikan harga minyak dan gas (migas) di pasar global, selain karena adanya trend pemulihan ekonomi global paska pandemi covid19. Kenaikan harga migas tersebut kemudian akan mengoreksi sebagian asumsi dasar ekonomi makro dan postur APBN 2022 serta menggerus cadangan devisa. Ada koreksi asumsi harga minyak mentah Indonesia dan inflasi pada asumsi dasar ekonomi makro APBN 2022, serta ada koreksi pendapatan negara, belanja negara, dan defisit anggaran dalam postur APBN 2022.

Asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2022 menetapkan bahwa harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price, ICP) adalah US$ 63 per barel. Sedangkan harga rata-rata ICP minyak mentah Indonesia berdasarkan perhitungan ICP pada Januari 2022 ditetapkan sebesar US$ 85,89 per barel, naik US$ 12,53 per barel dibandingkan Desember 2021 yang mencapai US$ 73,36 per barel.

Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April meningkat US$ 1,52 atau 1,6 persen, menjadi US$ 94,81 per barel. Sementara itu harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret bertambah US$ 1,59 atau 1,7 persen, menjadi US$ 93,66 per barel. Bahkan harganya sempat mencapai US$ 95,01 per barel. Pada Senin, kedua kontrak acuan mencapai level tertinggi sejak September 2014, dengan harga minyak Brent menyentuh US$ 96,78 dan WTI mencapai US$ 95,82.

Harga minyak menguat lebih dari 1 persen pada akhir perdagangan Rabu atau Kamis pagi WIB, 17 Februari 2022, karena investor mempertimbangkan pernyataan yang saling bertentangan tentang kemungkinan penarikan atau rotasi beberapa pasukan Rusia dari sekitar perbatasan Ukraina. Sedikit gangguan terhadap pasokan maka harga minyak mentah bisa tembus US$ 100 per barel, dan apabila perang sampai meletus, maka menurut JP Morgan harga minyak mentah akan naik menjadi US$ 120 per barel. Harga tersebut adalah sebesar dua kali lipat dari besarnya harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang telah ditetapkan dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2022 sebesar US$ 63 per barel. 

Asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2022 juga menetapkan bahwa inflasi sebesar 3% (yoy). Di sisi lain kenaikan harga minyak dapat berdampak pada inflasi apabila harga BBM naik. Karena setiap kenaikan Rp 500 harga BBM atau sekitar 10%, inflasi umum akan naik 0.8%.  

PT Pertamina (Persero) per 12 Februari 2022 menaikkan harga BBM non subsidi. Kenaikan harga BBM Pertamina berlaku untuk jenis Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Kenaikan harga BBM ini sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020. Kenaikan harga BBM Pertamina berbeda-beda di setiap wilayah Indonesia, yaitu berkisar Rp 1.500 hingga Rp 2.650 per liter. Sementara untuk harga Pertamax, Pertamina belum melakukan penyesuaian harga. Produk bensin RON 92 ini masih dijual seharga Rp 9.000 per liter, harga yang berlaku di SPBU di wilayah Jawa.

Contohnya di wilayah DKI Jakata, harga BBM Pertamina jenis Pertamax Turbo (RON 98) naik dari Rp 12.000 per liter menjadi Rp 13.500 per liter (12,5%). Kemudian, harga BBM jenis Pertamina Dex (CN 53) naik dari Rp 11.150 per liter menjadi Rp 13.200 per liter (18,3%) dan jenis Dexlite dengan Cetane Number (CN) 51 naik dari Rp 9.500 per liter menjadi Rp 12.150 per liter (27,9%). Artinya kalau kemudian harga BBM non-subsidi jenis Pertamax dan Pertalite juga dinaikkan maka akan terjadi penambahan inflasi lebih besar dari 1% dari angka inflasi yang telah ditetapkan dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2022 yaitu sebesar 3% (yoy).

Perubahan yang terjadi dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2020 karena kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan naiknya angka inflasi, selanjutnya akan merubah postur APBN 2022 terkait dengan pendapatan negara, belanja negara, dan defisit anggaran.

Meskipun terjadi kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan angka inflasi, namun dari sisi Pendapatan Negara akan meningkat seiring dengan meningkatnya Penerimaan Perpajakan dari usaha hulu migas dan meningkatnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam (SDA) terkait penerimaan hasil bagi Migas.

Sedangkan dari sisi Belanja Negara maka kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) akan menaikkan anggaran subsidi energi terutama subsidi jenis BBM tertentu. Anggaran subsidi energi dalam APBN 2022 sebesar Rp 134,02 triliun. Dengan catatan, pemerintah hanya dapat memberikan kompensasi selama enam bulan. Anggaran subsidi energi tersebut terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG Tabung 3 kilogram (kg) sebesar Rp 77,54 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 56,47 triliun. Arah kebijakan subsidi ditujukan untuk melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk BBM jenis minyak solar dan subsidi (selisih harga) untuk minyak tanah dan LPG Tabung 3 Kg. 

Wacana penghapusan BBM jenis premium dan mengalihkan subsidinya ke BBM jenis pertalite yang mengemuka akan meningkatkan alokasi anggaran subsidi energi. Ketika harga minyak mentah pada 2011 menyentuh level US$ 110 per barel dengan kurs dollar sekitar Rp 10.000,00 maka pemerintah SBY saat itu mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp 195,288 triliun untuk menjaga daya beli rakyat dan menekan angka inflasi serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi setelah terjadinya krisis global 2009.

Kenaikan angka inflasi juga akan berpotensi menaikkan angka kemiskinan kembali menjadi dua digit, bahkan pemerintah sudah mencanangkan untuk menurunkan kemiskinan ekstrem tiga juta penduduk pada 2023. Tingginya angka kemiskinan juga akan meningkatkan alokasi anggaran Fungsi Perlindungan Sosial, terutama untuk perluasan target bagi keluarga miskin dan rentan.

Meskipun ada tambahan Pendapatan Negara, namun membengkaknya Belanja Negara karena kenaikan harga minyak mentah dan angka inflasi akan merubah target defisit dalam APBN 2022. Target defisit anggaran pada APBN 2021 adalah 5,8% namun pada akhir tahun realisasi defisitnya menjadi lebih kecil pada angka 4,65% karena kurangnya serapan anggaran dalam kondisi transisi pemulihan ekonomi setelah terjadi resesi pada tahun sebelumnya. 

Sedangkan target defisit anggaran pada APBN 2022 adalah 4,85%. Padahal sebenarnya diperlukan defisit anggaran yang lebih kecil lagi agar terjadi penurunan defisit secara landai menuju APBN 2023. Karena pada Perpu Pandemi Covid19 yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang dinyatakan bahwa defisit anggaran akan kembali menjadi 3% pada APBN 2023. Sehingga idealnya defisit anggaran pada APBN 2022 berada pada kisaran 3,825% - 4,0% untuk menghindari goncangan fiskal (fiscal shock) apabila terjadi penurunan defisit anggaran secara tajam. Pemerintah harus berupaya keras menemukan sumber pendapatan baru agar defisit anggaran terhadap PDB dapat ditekan menuju 3% pada tahun 2023.

Tentu saja kenaikan harga minyak mentah yang besarnya bisa sampai dua kali harga minyak mentah dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2022 akan menggerus cadangan devisa sebesar dua kali lipat alokasi cadangan devisa semula. SKK Migas memproyeksikan, kebutuhan minyak akan terus tumbuh dari 82,8 juta ton setara minyak bumi (MTOE) atau 1,66 juta barel, menjadi 112,9 MTOE atau 2,27 juta barel pada 2030. Padahal kemampuan lifting minyak mentah Indonesia semakin merosot. Dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2022 ditetapkan lifting minyak mentah Indonesia sebesar 0,7 juta barel semakin turun dari 0,8 juta barel pada tahun 2017. 

Dengan kebutuhan minyak sebesar 1,66 juta barel maka Indonesia harus melakukan impor minyak mentah sebesar 0,96 juta barel pada 2022, dengan nilai kurs dollar sebagaimana ditetapkan dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2022 sebesar Rp 14.350,00. Sehingga harga minyak mentah yang melonjak, dengan kemampuan lifting minyak mentah Indonesia yang terus merosot, serta kurs dollar yang tinggi dengan cepat akan menggerus cadangan devisa Indonesia. Pemerintah harus berusaha sekuat tenaga melakukan investasi di sektor hulu migas atau energi terbarukan untuk mengurangi import migas yang akan terus menggerus cadangan devisa (Depok, 17 Februari 2022).