Izin EUA AstraZeneca Keluar, Netty: Pastikan Sesuai Prosedur

Jakarta -- BPOM mengeluarkan emergency use authorization (EUA) atau izin darurat untuk vaksin AstraZeneca yang dikembangkan Oxford University. Vaksin yang tidak dilakukan uji klinis di Indonesia ini, menurut BPOM, memiliki hasil efikasi 62 persen.

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani meminta pemerintah agar memastikan proses penetapan EUA AstraZeneca berjalan sesuai standar sehingga tidak menimbulkan keraguan masyarakat, katanya dalam keterangan media, Rabu (09/03/2021).

"Sebagai wakil rakyat, saya perlu mendapat kepastian bahwa izin darurat penggunaan vaksin oleh pemerintah telah melewati prosedur standar. Meskipun AstraZeneca diperoleh dengan skema COVAX WHO secara gratis, bukan berarti kita tidak perlu mempertimbangkan efikasi, kualitas dan kehalalannya. Semua harus transparan, jangan ada yang disembunyikan," ujar Netty.

Politisi PKS ini mengingatkan bahwa dulu izin EUA Sinovac keluar setelah ada uji klinis tahap ke tiga di Indonesia. Jadi, "Apakah hal yang sama tidak perlu dilakukan untuk AstraZeneca? Pemerintah perlu menjelaskan hal ini agar tidak menimbulkan keraguan masyarakat awam. Jika tidak ada uji klinis, darimana diperoleh tingkat efikasi 62 persen?," katanya.

Menurut Netty, demi melindungi rakyat dari pandemi, ia mengapresiasi kecepatan pemerintah memutuskan penggunaan jenis vaksin dan mendatangkannya ke tanah air, asal prosesnya transparan dan tidak ada kepentingan bisnis dan politis membonceng.

"Kita sedang perang melawan Covid-19 yang taruhannya adalah nyawa rakyat dan keselamatan bangsa. Keputusan memilih, membeli dan mendatangkan vaksin adalah kewenangan pemerintah yang tidak boleh dititipi kepentingan bisnis dan politis. Kita perlu tahu apakah ada konsekuensi yang harus ditanggung negara akibat menerima skema COVAX WHO. Selain itu, harus dipastikan keluarnya UEA vaksin AstraZeneca dapat mempercepat proses vaksinasi nasional yang saat ini berjalan lambat," ujar Ketua Tim Covid-19 FPKS DPR RI ini.

“Sampai saat ini realisasi vaksinasi masih rendah yakni hanya 200 ribu perhari, padahal target pemerintah adalah 1 juta dosis perhari. Oleh karena itu, harus dipastikan dengan keluarnya izin AstraZeneca, target vaksinasi dapat tercapai,” kata Netty.

Netty menyarankan pemerintah agar lebih kreatif dalam melaksanakan proses vaksinasi, misalnya dengan strategi jemput bola.

“Proses vaksinasi jangan hanya dilakukan di fasyankes yang telah ditetapkan pemerintah. Bagaimana dengan masyarakat yang tinggal jauh dari fasyankes tersebut? Lakukan lebih kreatif dengan jemput bola, misalnya. Jangan hanya menunggu. Pemerintah bisa juga melakukan vaksin massal di berbagai tempat yang bisa langsung menjangkau sasaran penerima vaksin,” tambahnya.

Bagi Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, ketepatan dan kecepatan vaksin penting dilakukan untuk membentuk herd immunity.

“Tujuan penting proses vaksinasi adalah untuk membentuk herd immunity. Jadi kalau proses vaksinasinya lambat dan akhirnya tidak mencapai herd immunity, apa gunanya progran vaksinasi? Jangan hanya cepat memutuskan membeli dan mendatangkan vaksin, tapi masih sengkarut manajemen pelaksanaannya di lapangan," terang Netty.

Sebagaimana diberitakan 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca telah tiba di Indonesia (08/03/2020). Vaksin ini juga sudah dipakai di Inggris, Jerman dan Korea Selatan.

Terakhir, Netty meminta pemerintah agar mengencangkan sosialisasi mengenai vaksin. “Sosialisasi harus masif dan efektif, agar beredarnya informasi-informasi bohong seputar vaksin dan vaksinasi tidak terulang kembali. Sosialisasi vaksin juga jangan monoton. Gandeng tokoh masyarakat dan influencer yang sikap dan ucapannya didengar dan diikuti. Hati-hati, jangan salah pilih role model yang malah memberikan contoh buruk pada masyarakat,” ungkapnya.