Ketua Intek LH PKS: Target Satu Juta Barel Oil Per Hari Kurang Realistis

Jakarta (20/09) – Ketua DPP Bidang Industri Teknokogi dan Ingkungan Hidup (Intek LH) PKS Mardani Ali Sera mengemukakan beberapa tantangan terkait target pemerintah mengenai produksi 1 juta barel oil per hari di tahun 2030.

Target 1 juta barel oil per hari (BPOD) tahun 2030 dinilai kurang realistis mengingat setiap tahunnya defisit minyak Indonesia kian meningkat. Menurut Mardani, langkah-langkah strategis dan terukur harus dipaparkan secara rinci oleh pemangku kebijakan sehingga para pelaku industri hulu migas dapat memahami dan menerapkannya. “Indonesia mengalami defisit minyak sejak tahun 2004. Defisit ini terus meningkat hingga saat ini yang menyebabkan beban impor minyak terus meningkat.” ujarnya.

Selain itu, tantangan lain yang harus dihadapi industri hulu migas di Indonesia adalah bagaimana menggairahkan kembali iklim investasi untuk eksplorasi. Diketahui, sepanjang tahun 2020 kemarin, realisasi investasi hulu migas hanya mencapai US$10,21 miliar dari target sebesar US$12,10 miliar. Hal ini menurut Mardani, menjadi salah satu faktor yang menandakan target pemerintah kurang realistis karena masih banyak yang harus dibenahi di industri hulu migas.

“Dalam 15 tahun terakhir aktivitas eksplorasi cukup minim terjadi di Indonesia. Padahal, negara lain yang cadangan migasnya di bawah Indonesia sudah banyak berbenah untuk menghadirkan investasi hulu migas.” tuturnya.

Oleh karena itu, rancangan strategis oleh SKK Migas perlu di kaji dengan seksama karena memiliki tantangan tersendiri dalam penerapannya. Hal tersebut disampaikan dalam rangka menyambut acara PKS Energy Talk II yang diselenggarakan oleh DPP PKS, Selasa 21 September mendatang. Acara ini bertujuan untuk mendiskusikan rasionalisasi strategi pemerintah dalam meraih target produksi minyak nasional di tahun 2030. Mardani menambahkan, isu lingkungan juga harus diperhatikan pada era transisi energi ini.

“Tantangan lainnya yaitu isu global terhadap pengurangan emisi karbon, dan ini menjadi tekanan tersendiri bagi industry hulu migas. Terobosan dan strategi difersifikasi bisnis energi harus dilaksanakan oleh industri migas.” imbuhnya.

Sebagai penutup, Mardani juga mengingatkan beberapa hal penting dalam pelaksanaan strategi yang dirancang SKK Migas, salah satunya adalah waktu yang tersisa untuk mencapai target tersebut. 

“Waktu yang tersisa sampai 2030 itu cukup pendek, apalagi untuk skala Migas yang mana rata-rata waktu diperlukan dari kegiatan explorasi sampai dengan produksi komersial saja mencapai 7 – 15 tahun, dan itupun jika berhasil,” tutupnya.