Dulu Aktivis Mahasiswa, Miptahudin Kini Menjadi Wakil Rakyat

Dunia mahasiswa di Indonesia identik dengan dunia mengkritisi Pemerintah, terutama apabila kebijakan Pemerintah tidak memihak kepada rakyat. Kritik dari mahasiswa tersebut diperlukan untuk menjaga Pemerintah melaksanakan tugasnya, tetapi tidak semua mahasiswa yang dulu mengkritik Pemerintah, kini duduk di kursi legislatif dan menjadi bagian dari pembuat kebijakan pemerintahan. Salah satu dari sedikit mantan mahasiswa tersebut adalah Miptahuddin. 

Miptahudin saat berkuliah di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) mengikuti organisasi pergerakan terbesar di kampusnya, Ikatan Pemuda Muhamammadiyah (IPM). Saat itu, dia sering terlibat dalam berbagai aksi menuntut pemerintahan Soeharto agar peduli terhadap rakyat. Dia juga aktif di himpunan mahasiswa di jurusannya dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Dia seringkali berseberangan pendapat dengan pihak Dekanat Fakultas Teknik (FT) UMJ maupun Rektorat UNJ. Sikapnya yang kritis dan komunikatif membuat dia sering berdiskusi dengan pejabat-pejabar di Rektorat UMJ, terutama dalam memberikan masukan untuk kemajuan perguruan tinggi Muhammadiyah tertua tersebut.

Setelah lulus kuliah, insinyur yang sering dipanggil Miptah ini mengambil pendidikan strata dua di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Pendidikan magisternya di UI menjadi modal untuk kembali ke kampusnya dengan menjadi dosen. Mengajar di FT UMJ ternyata memiliki pengaruh besar dalam karir administratifnya di UMJ. Miptah yang sudah sejak mahasiswa dikenal dekat dengan berbagai kalangan memberikan nilai lebih bagi dirinya, selain sebagai seorang akademisi. Kualitas inilah yang membuat Rektor UMJ menjadikannya Dekan FT pada 2006-2008. Alasan lainnya, Miptahudin yang juga mantan aktivis diharapkan bisa akrab dengan mahaiswa FT UMJ yang berpandangan kritis dan aktif mengkritisi Dekanat maupun Rektorat.

Selama dua tahun menjabat sebagai dekan, Miptahudin berusaha mendekatkan diri kepada mahasiswa FT UMJ yang adalah juniornya sendiri. Keakraban tersebut ditunjukkan dengan mahasiswa yang memanggilnya sebagai "Bang Miptah". Karena kedekatan ini, mahasiswa seringkali mengundangnya dalam berbagai diskusi yang diadakan oleh mereka.

Ketika Miptahudin menjabat sebagai Dekan, dia terlihat masih seperti mahasiswa sarjana. Suatu saat, sebagai dekan, dia harus menghadiri wisuda sarjana, bersama guru-guru besar dari UMJ. Saat menggunakan lift, Miptahudin bersebelahan dengan salah satu profesor yang belum mengenalnya. Saat di lift, profesor tersebut bertanya, “Dik, mau diwisuda, ya?”. Miptahudin kemudian hanya tersenyum sambil mengiyakan, padahal saat sudah tiba di ruangan wisuda, Miptahudin memimpin prosesi wisuda dan duduk bersebelahan dengan profesor tersebut.

Ketika menjadi dekan, Miptahudin yang juga adalah kader dakwah tidak lepas dari aktivitas keagamaan serta kemasyarakatan. Melalui Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dia menuangkan semua ide dan pendapatnya tentang kemasyarakatan dan kebijakan publik. Dengan berbagai potensi yang dimiliki, akhirnya dia diamanahi oleh PKS untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Banten periode 2009-2014. Jika ia menerimanya, dia harus melepas jabatan sebagai dosen. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya dia memilih mengambil amanah yang diberikan oleh PKS.

Berkat keseriusannya dalam mengemban amanah dengan jaringan yang luas, ditambah kedekatannya kepada masyarakat, Miptahudin terpilih sebagai anggota DPRD Banten dari Dapil Kabupaten Tangerang I periode 2009-2014 yang juga berlanjut pada periode 2014-2019. Miptahudin berhasil membuktikan dirinya mampu menjadi Wakil Rakyat Banten selama dua periode.

Selama menjadi Wakil Rakyat, banyak masukannya yang dia coba komunikasikan kepada rekan-rekan di Parlemen Banten agar disetujui menjadi undang-undang atau kebijakan lain. Sikapnya yang humanis sekaligus tegas memberikan nilai tersendiri baginya di DPRD. Berbagai rancangan kebijakan dia usahakan untuk ubah agar benar-benar menjadi kebijakan yang menguntungkan rakyat.

Dia melakukan berbagai perubahan di DPRD Banten sesuai pengalaman yang dia rasakan saat menjadi aktivis mahasiswa. Dia ingin merubah pandangan bahwa menjadi bagian dari pemerintahan selalu identik dengan menindas atau tidak memedulikan rakyat. Meski dia sudah menjadi anggota Dewan selama satu periode, dia tetap menjaga hubungan dengan mahasiswa. Baginya mahasiswa adalah partner yang bisa saling menguatkan pemikiran dalam membangun strategi kebijakan untuk rakyat. “Bagaimanapun, mahasiswa adalah penerus kami. Mereka pun peduli terhadap negeri, jadi janganlah mereka dijauhi,” ungkapnya (da/ym/pksbanten/dpp_pks).