Pendidikan Keluarga Tiang Kekokohan Generasi Sebuah Pelajaran dari Hari Pengurbanan

Khutbah Idul Adha 1436 H
Pendidikan Keluarga Tiang Kekokohan Generasi Sebuah Pelajaran dari Hari Pengurbanan
Oleh: Dr. Salim Segaf Al Jufri

KHUTBAH PERTAMA

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah

Marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah menganugerahkan kepada kita kekokohan keimanan dan keislaman sehingga pada hari yang berbahagia ini kita dapat bersama-sama menjalankan shalat Idul Adha. Pagi ini kita bersama-sama mengagungkan asma-Nya dan menegakkan syariat-Nya yang mulia.

Kekokohan keimanan dan keislaman adalah hidayah yang tak ternilai besarnya. Dengan hidayah itu kita dapat terhindar dari jurang kemusyrikan, kezaliman dan kebodohan yang merupakan godaan terbesar bagi manusia dari zaman ke zaman.

Salawat serta salam semoga dilimpahkan kepada pemimpin dan teladan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menghabiskan seluruh umurnya untuk mengemban risalah Ilahiyah sehingga agama Allah ini tersebar ke seluruh penjuru dunia. Salawat dan salam semoga juga dicurahkan kepada keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya dari zaman ke zaman.

Dengan pengorbanan yang tiada taranya mereka telah melakukan estafeta dakwah sehingga Islam tetap eksis hingga detik ini dan menjadi tonggak harapan bagi kemajuan kehidupan manusia dimanapun mereka berada. Sejarah gemilang tentang peradaban Islam telah mereka ukir selama berabad-abad dan akan tetap menjadi inspirasi kaum muslimin sepanjang masa.

Salawat serta salam semoga juga dilimpahkan kepada Nabiyullah Ibrahim alaihis salam yang bersama putranya Nabiyullah Ismail alaihis salam telah meletakkan tonggak yang kokoh dalam sejarah peradaban manusia dalam hal ketauhidan, keikhlasan, pengorbanan, persatuan dan pendidikan.

Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat Rahimakumullah

Pada hari ini seluruh kaum muslimin di seluruh dunia melaksanakan Idul Adha sebagai salah satu dari dua hari raya yang ditetapkan bagi mereka.

Hari raya ini adalah hari yang menyertai sebuah ibadah yang diwajibkan kepada kaum muslimin setidaktidaknya satu kali dalam hidupnya yakni ibadah haji.

Dalam ibadah haji ini jutaan kaum muslimin berkumpul bersama di kota suci Makkah al Mukaramah untuk melaksanakan thawaf, sa’i, wukuf, melempar jumrah dan penyembelihan hewan kurban dalam suasana kebersamaan dan persaudaraan.

Penyelenggaraan ibadah haji pada tahun ini memang diwarnai oleh mushibah yang menyentak hati kita. Hujan lebat dan badai pasir terjadi berkali-kali sehingga mengganggu penerbangan ke tanah suci. Kemudian badai juga telah meyebabkan jatuhnya sebuah crane ke dalam area masjidil haram di Makkah. Lebih dari seratus orang meninggal dan lebih dari tiga ratus orang luka-luka akibat mushibah terebut. Namun demikian jamaah tidak merasa gentar dan kekhusyuan ibadah mereka sama sekali tidak terganggu.

Pada hari yang mulia ini kita berdoa semoga Allah SWT memberi kesabaran dan kelapangan dada kepada mereka yang tertimpa mushibah, dan juga kepada seluruh keluarga mereka. Semoga Allah SWT memberikan anugerah kesyahidan kepada yang meninggal dan dihapuskan dosa-dosanya kepada mereka yang terluka. Amin.

Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat Rahimakumullah

Tentang kemuliaan ibadah haji serta berbagai ibadah yang menyertainya sangat jelas tergambar pada firman Allah SWT:

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang berada di Makkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, (yaitu) bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajban haji) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran ayat 96-97)

Begitu pula Rasulullah SAW telah menggambarkan betapa dasyhatnya balasan pahala orang yang berhaji melalui sabdanya:

“Siapa saja yang melaksanakan ibadah haji dan tidak berbuat rafats dan tidak berlaku fasiq maka dosadosanya akan keluar dan dirinya seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya. Haji yang mabrur itu tiada ganjaran lain baginya selain surga.” (HR. Bukhari)

Imam Hasan berkata bahwa yang dimaksud haji yang mabrur adalah seoarang yang kembali dari pelaksanaan ibadah haji dengan kehidupan yang lebih zuhud terhadap kehidupan duniawi dan sangat menghendaki kebahagian yang hakiki yakni kebahagiaan akhirat.

Kita berharap semoga kaum muslimin yang saat ini tengah menunaikan ibadah haji diberi balasan oleh Allah SWT dengan haji yang mabrur. Maka sudah selayaknya juga jika kita berharap semoga dengan ibadah haji ini kaum muslimin di seluruh dunia akan semakin bertambah kekuatan imannya, kekuatan pengorbanannya, dan akhirnya bertambah pula kekuatan persatuannya.

Kita menyaksikan ibadah haji senantiasa memberi ruh baru dan inspirasi baru bagi kehidupan dan perjuangan kaum muslimin. Tak heran jika pertemuan-pertemuan yang terselenggara dalam haji menjadi sebuah momentum penting dalam perjalanan perjuangan dakwah kaum muslimin. Bahkan peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah pun diawali dari pertemuan-pertemuan di Mina pada penyelenggaraan musim haji saat itu. Pertemuan tersebut telah melahirkan komitmen dakwah terbesar sepanjang sejarah yakni Bai’atul Aqabah Pertama dan Bai’atul Aqabah Kedua antara Kaum Muhajirin dengan Kaum Anshar.

Sejarah perjuangan kaum muslimin di tanah air kita pun tak lepas dari momentum ibadah haji. Pada musim haji lah kaum muslimin dan para raja dari berbagai kerajaan di tanah air memupuk persaudaraan dan menimba pengalaman dengan kaum muslimin lainnya dari seluruh penjuru dunia. Bahkan Perang Paderi melawan penjajah Belanda di Sumatera pada pertengahan abad ke-19 meletus setelah tiga orang yang berasal dari Minangkabau menunaikan ibadah haji.

Oleh kerena itu ibadah haji senantiasa menjadi daya tarik kaum muslimin baik secara individual maupun kolektif, bagi perjuangan menghadirkan kemuliaan pribadi maupun perjuangan untuk menghadirkan kemuliaan kaum muslimin, sebagai ummat dan bangsa. Fenomena ini akan abadi selama Allah SWT masih menghendaki.

“Wahai Ibrahim, umumkanlah kepada semua manusia untuk beribadah haji, niscaya mereka akan dating memenuhi seruanmu dengan berjalan kaki dan mengendarai onta yang cekatan dari tempat-tempat yang jauh.” (Q.S. Al-Hajj ayat 27)

Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat Rahimakumullah

Kita mengenal Hari Idul Adha sebagai hari pengurbanan. Namun sesungguhnya jika kita ingin mengungkap hikmah yang lebih dalam lagi dari hari Pengurbanan ini maka akan kita jumpai pelajaran tentang pendidikan generasi. Marilah kita perhatikan untaian ayat Al Quran yang mengisahkan kehidpan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS sebagaimana tertuang dalam Surat Ash Shaffat ayat 100-110:

Nabi Ibrahim AS berkata: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (yaitu Ismail). Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata:

“Wahai anakku sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.” Dia (Ismail) menjawab: “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan antara seorang hamba kepada Tuhannya dari waktu ke waktu tanpa berkurang keeratannya. Bahkan semakin hari semakin bertambah hingga ajal menjemputnya dan anak itu kelak Wafat tetap dalam keadaan beriman dan berislam. Firman Allah SWT:

Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anakanaknya, demikian pula Yakub: “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (Q.S Al Baqarah ayat 132)

Ketiga, Anak yang benar janjinya yakni konsisten antara perkataan dan perbuatannya. Ia akan merealisasikan apa yang telah menjadi ikrarnya dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan ringan maupun berat, dan dalam keadaan rela maupun terpaksa. Firman Allah SWT:

“Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ismail di dalam kitab (Al Qur-an). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan seorang Nabi…” (Q.S. Maryam ayat 54).

Keempat, Anak yang sabar yaitu anak yang pantang menyerah dalam menjalani berbagai jenis ujian dalam kehidupannya, tidak mudah mengeluh ketika mendapat ujian yang berupa kesulitan dan kesusahan, serta tidak mudah terlena ketika mendapatkan ujian berupa kesenangan dan kegembiraan.

Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (yaitu Ismail).

Kerangka Kedua, Pendidikan harus dimulai dan berlangsung dalam sebuah lembaga bernama keluarga. Keluarga adalah lingkungan terdekat dan melekat dalam kehidupan seseorang. Al Qur’an mewanti-wanti orangorang yang beriman agar menunaikan kewajiban mereka dalam rumah tangga mereka baik yang menyangkut pendidikan, pengarahan maupun peringatan. Sehingga mereka dapat menyelamatkan diri mereka dan keluarga mereka dari api neraka.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Q.S. At Tahrim ayat 6).

Nabi Ibrahim AS senantiasa menemani Nabi Ismail dalam keluarganya. Ia mengasuhnya dan memberi arahan dan pendidikan yang terkait dengan akidah dan seluruh aspek kehidupan lainnya. Hal itu berlangsung sampai dengan Nabi Ismail sampai kepada usia baligh. Firman Allah SWT:

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya...

Kerangka Ketiga, Pendidikan berlangsung secara terus menerus (kontinyu). Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang dilakukan secara kontinyu dengan kurikulum yang jelas. Perhatikanlah hikmah datangnya perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya. Perintah itu disampaikan ketika Nabi Ismail telah mencapai usia balignya, ketika aqidah telah tertanam secara kokoh. Ketika sosialisasi kehidupan dakwah telah demikian matang dijalaninya mulai dari kehidupan keluarga sampai dengan kehidupan sosial bermasyarakat yang ditunjukkan dengan terbangunnya kepedulian untuk memperbaiki Baitullah.

Kerangka Keempat, Pendidikan lebih mengutamakan aspek keteladanan. Nabi Ibrahim AS tidak sekedar memberikan pengajaran yang bersifat verbal dan retorika, tetapi beliau memberikan keteladanan yang nyata sehingga memberikan bekas yang mendalam ke sanubari Nabi Ismail. Pengajaran tentang prinsipprinsip kehidupan kepada Nabi Ismail akhirnya membentuk sebuah kerjasama dakwah yang kokoh dalam bingkai keluarga. Inilah awal kehidupan amal jama’i yang benar, bahwa amal jama’i itu bermula dari keluarga dan bermuara pada jamaah dan masyarakat secara umum.

Dan Kami telah perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, orang yang itikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud.” (Q.S. Al Baqarah ayat 125)

Kerangka Kelima, Pendidikan yang memperhatikan aspek komunikasi. Komunikasi antara orangtua dan anak merupakan basis bagi pendidikan yang berhasil. Pendidikan bukanlah sekedar transfer of knowledge yang bersifat memaksa atau mendikte. Tetapi pendidikan adalah proses penyadaran diri dalam menerapkan sebuah nilai-nilai yang dipandang penting dan mendasar.

Proses dialog yang lebih bersifat egaliter akan lebih mudah menanamkan kesadaran nilai-nilai ke dalam diri manusia. Taatnya Nabi Ismail AS bukan karena kegentaran atau ketakutan seorang anak kepada ayahnya, bukan karena kerendah-dirian seorang murid di hadapan gurunya. Tetapi semata-mata berdasarkan pemahaman yang benar dan mendalam Nabi Ismail akan ajaran agamanya. Perhatikanlah kata-kata Nabi Ibrahim kepada anaknya:

“Wahai anakku sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.” Dia (Ismail) menjawab: “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkam (Allah) kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Kerangka Keenam, Pendidikan yang tidak terpaku kepada nilai-nilai artifisial, tetapi mengacu kepada nilai-nilai substansial. Pendidikan seperti ini akan melahirkan dinamika yang kreatif sehingga dapat menjawab tantangan zaman yang senantiasa berubah.

Oleh karena itulah dalam penyembelihan kurban dibolehkan hewan-hewan lain selain kambing seperti sapi, unta, dan lain-lainnya. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.”

Firman Allah SWT :

Daging-daging dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya… (Q.S. Al Hajj ayat 37)


KHUTBAH KEDUA

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah

Selayaknyalah dalam merayakan Hari Idul Adha ini kita meninjau kembali kondisi pendidikan nasional kita. Kita perlu mengoreksi pendidikan yang berorientasi kepada materialisme, secularisme, dan pragmatisme.

Kita tidak boleh hanya mengandalkan sekolah-sekolah formal dan mengabaikan institusi keluarga. Pada sisi yang lain pemerintah perlu melindungi pendidikan anak bangsa dari pengaruh buruk dari lingkungan masyarakat terutama media massa. Akhirnya kita harus mewujudkan pendidikan yang kondusif bagi pemeliharaan keimanan dan keislaman anak-anak bangsa.

Akhirnya marilah kita berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT:

Yaa ALLAH... Tuhan alam semesta...
Anugerahkan kepada kami semua rahmat dan kasih sayangmu. jadikanlah kami, keluarga kami dan orang-orang yg kami cintai selalu dalam lindungan-Mu.

Yaa ALLAH... Yaa Karim...
Sungguh banyak nikmat yg Engkau berikan kepada kami maka jadikanlah kami hamba-hamba-MU yg pandai bersyukur.

Yaa ALLAH... yaa Razzaq...
Berikan kepada kami umur yg penuh berkah untuk selalu taat dan berupaya menggapai ridhomu.

Yaa ALLAH...
Terangilah jiwa kami dengan cahaya-MU dan bimbinglah kami, keluarga kami semua dengan petujuk-Mu serta selamatkan kami dari siksa api neraka.

Yaa ALLAH... Yaa Tuhan kami...
Jagalah kami, bangsa dan negeri kami yg kami cintai dari murka dan azab-Mu.

Yaa ALLAH... Tuhan Maha Pengampun...
Ampunilah dosa-dosa kami, dosa kedua orang tua kami, keluarga besar kami dan karuniakan kepada kami semua kebahagian di dunia dan di akhirat.

Yaa ALLAH... yaa Mujibas saa-ilin...
Sungguh ampunan-MU lebih luas dari dosa-dosa kami. Rahmat-Mu lebih kami harapkan dari amal-amal kami.

Yaa ALLAH... Yaa Robbana Tuhan Maha Pemberi...
anugerahkan kami sebuah hati yg tidak pernah membenci, senyuman yg tidak pernah memudar, sentuhan yg tidak pernah menyakiti, kejujuran yg tidak pernah berhenti dan sebuah hati yg mudah memaafkan.