HNW Interupsi Paripurna, Sampaikan Keresahan Jemaah Umrah Soal VFS-Tasheel

Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Hidayat Nur Wahid dalam Sidang Paripurna DPR RI Masa Persidangan III Tahun 2018-2019 di Gedung DPR/MRP, Jakarta, Senin (7/1) (dok Humas PKS)
Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Hidayat Nur Wahid dalam Sidang Paripurna DPR RI Masa Persidangan III Tahun 2018-2019 di Gedung DPR/MRP, Jakarta, Senin (7/1) (dok Humas PKS)

Jakarta (7/1) -- Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Hidayat Nur Wahid Hidayat Nur Wahid sampaikan interupsi saat mengikuti Sidang Paripurna DPR RI Masa Persidangan III Tahun 2018-2019 di Gedung DPR/MRP, Jakarta, Senin (7/1/2019).

Salah satu interupsi yang disampaikan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini adalah terkait penyelenggaran umrah di Indonesia.

Ia mengungkapkan kesulitan yang dialami jemaah umrah Indonesia sejak diberlakukannya rekam biometrik melalui Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel. Setidaknya ada tiga alasan yang dikemukakan Hidayat dalam interupsinya tersebut.

Pertama, ia mengungkapkan bahwa kebijakan perekaman visa umrah yang baru ini belum didukung dengan fasilitas yang memadai dan mencukupi bagi seluruh calon jemaah umrah di Indonesia.

"Mereka mendapat kesulitan yang sangat memberatkan. Karena pertama, untuk mendapatkan rekam biometrik ini harus melalui mekanisme yang rumit. Kita tahu jemaah umrah ini datang dari seluruh penjuru Indonesia, dari beragam pulau yang letaknya saling berjauhan. Sedangkan fasilitas untuk perekaman masih sangat terbatas, sehingga itu pasti akan menyulitkan jemaah umrah kita," ungkap politisi PKS ini.

Kedua, Hidayat menyampaikan bahwa seluruh kantor VFS-Tasheel belum terkoneksi dengan baik, sehingga jemaah umrah Indonesia masih harus mengulangi rekamannya saat berada di Jeddah, Arab Saudi.

"Bahkan ada yang sudah dapat rekam biometrik di Indonesia, ketika sampai di Jeddah, harus mengulangi rekam biometrik yang ada di sana. Itu tentu menambah kerumitan yang berikutnya," katanya.

Masalah selanjutnya timbul terkait status visa yang dikeluarkan oleh VFS-Tasheel sendiri. Ia menyampaikan bahwa kantor ini masih dipertanyakan izin keberadaannya dan belum memiliki payung hukum dalam sistem perundang-undangan di Indonesia.

"Kerumitan yang lain lagi adalah status dari visa VFS-Tasheel itu sendiri. Karena perizinan yang didapatkan ternyata perizinannya belum sampai pada tingkat yang final. Sehingga aspek-aspek legalnya masih penting diselesaikan terlebih dahulu," imbuhnya lagi.

Hidayat mendesak DPR dan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Luar Neger (Kemlu) untuk memberikan solusi masalah ini.

Apakagi diketahui bahwa jumlah visa yang diajukan jemaah umrah di Indonesia mencapai 900.000 dalam setahun. Jumlah yang besar ini senilai empat kali dari pengajuan visa haji.

"Jelas sekali, dari sisi kita, Anggota DPR ataupun pemerintah Indonesia, sangat layak DPR pun juga, mendorong agar Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri untuk memaksimalkan perannya sehingga masalah ini agar ada solusinya," tegasnya.