Warga DKI Perlu Pemimpin Tegas yang Santun Merakyat

Bakal calon wakil gubernur DKI Mardani Ali Sera sedang bercengkerama dengan warga Jakarta
Bakal calon wakil gubernur DKI Mardani Ali Sera sedang bercengkerama dengan warga Jakarta
Jakarta (16/9) - Warga DKI Jakarta akan memilih kepala daerahnya pada Pemilihan Gubernur 2017 mendatang. Anggota FPKS MPR RI Ahmad Zainuddin mendorong warga di daerah pemilihannya Jakarta Timur untuk ikut berpartisipasi dalam Pilgub mendatang. 
 
"Pilih pemimpin yang memahami agama dan santun. Dalam Islam, salah satu fungsi utama pemimpin adalah untuk melindungi agama. Jika pemimpinnya saja tidak paham agama, bagaimana akan melindungi," ujar Zainuddin di komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2016). 
 
Menurutnya, kepemimpinan di DKI Jakarta saat ini memberikan keteladanan yang buruk bagi masyarakat selain penilaian terhadap kinerja yang tidak memuaskan karena rendahnya serapan anggaran oleh pemerintah daerah (pemda) serta tidak berjalannya sejumlah program prioritas seperti penuntasan kemacetan dan banjir, serta pembangunan infrastruktur. 
 
"Periode ini, pemda DKI sering sekali konflik dengan warga. Terkuaknya kasus reklamasi, membuka mata kita kalau ternyata penggusuran-penggusuran rakyat kecil itu selama ini untuk kepentingan pengusaha besar, bukan semata rehabilitasi jalur hijau, normalisasi sungai ataupun reklamasi laut. Pemerintah sekarang represif. Kita perlu pemimpin tegas, tapi santun merakyat," cetusnya. 
 
Selain itu, Zainuddin juga mengatakan, dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Jatinegara, Jakarta Timur pekan lalu, banyak warga yang bertanya soal memilih pemimpin dalam Pilgub DKI. Sejumlah kebijakan gubernur DKI Jakarta saat ini, menurut Zainuddin, banyak dikeluhkan oleh masyarakat. 
 
Dia mencontohkan, mengutip keluhan warga soal adanya kebijakan Pemprov DKI melarang sekolah-sekolah melatih siswanya berinfak, berkurban, dan mewajibkan jilbab bagi siswi. 
 
"Pemda yang melarang sekolah agar anak didiknya berinfak atau berkurban, mempersempit ruang gerak pendidikan agama, itu bertentangan dengan Pancasila. Pancasila memberi ruang yang luas bagi setiap warga negara untuk mengamalkan keyakinan agamanya sesuai sila Ketuhanan Yang Maha Esa," jelas anggota Komisi IX DPR RI ini. 
 
Zainuddin menambahkan, dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, sikap toleransi harus dikedepankan. Pelarangan hal-hal yang bersifat pengamalan keyakinan dan agama tidak sesuai dengan UUD 1945 dan dapat memicu keresahan. Sementara persatuan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dimulai dari adanya toleransi dalam menyikapi perbedaan.
 
"Pemerintahan sekarang harus menjadi pelajaran bagi warga DKI, supaya ke depan memilih pemimpin yang lebih baik dalam memahami agama, santun dan berpihak pada masyarakat. Pemimpin yang baik ditunjukkan dengan hubungannya yang harmonis kepada rakyat, bukan konflik," pungkas Zainuddin.