Tujuh Isu Krusial dalam Pembahasan RUU Pengampunan Pajak

Ecky A. Mucharom Ketua Departemen Keuangan dan Perbankan DPP PKS
Ecky A. Mucharom Ketua Departemen Keuangan dan Perbankan DPP PKS

Saat ini RUU Pengampunan Pajak sedang dalam pembahasan oleh Panja. Ada tujuh isu besar yang menjadi catatan.

Pertama, reformasi perpajakan yang harus dilakukan bersamaan dengan Tax Amnesty. Pengalaman negara-negara lain menunjukan Tax Amnesty yang dilakukan tanpa reformasi perpajakan selalu gagal, dan kunci keberhasilan mereka yang berhasil karena Tax Amnesty-nya didahului oleh reformasi perpajakan. Tax Amnesty tidak akan berhasil tanpa adanya reformasi perpajakan yang meliputi aspek regulasi, administrasi, dan institusi perpajakan.

Hal ini pun menjadi perhatian fraksi-fraksi di DPR khususnya PKS yang vocal dan leading dalam isu ini, untuk mendorong agar Tax Amnesty menjadi bagian tak terpisahkan dari reformasi perpajakan. Tanpa disertai reformasi perpajakan negara tidak akan punya bargaining position yang kuat dalam Tax Amnesty.

Salah satu kuncinya ada di revisi UU KUP, selain juga revisi UU PPh, UU PPN, UU Lalu Lintas Devisa, dan UU Perbankan.  Desakan untuk menyertakan reformasi perpajakan dengan Tax Amnesty sudah didengar oleh pemerintah. Saat ini pemerintah sudah menyerahkan draft dan naskah akademik RUU KUP kepada DPR.

Kedua, soal tarif tebusan yang dinilai terlalu rendah, sehingga dapat mencederai rasa keadilan dan membuat negara kehilangan banyak potensi penerimaannya. Sebagaimana diketahui dalam draft RUU tarif tebusan sebesar 2, 4, atau 6 persen untuk non-repatriasi dan 1, 2, atau 3 persen untuk repatriasi.

Semua fraksi di DPR meminta tarif dinaikan. Ada yang mengusulkan ke kisaran 5-15 persen. Ada juga sebagian fraksi termasuk PKS yang meminta agar yang dihapus hanya sanksi administratif dan pidana pajaknya saja. Sehingga tarif tebusan sesuai tarif normal PPh atau sekitar 25-30 persen. Hal ini pun diyakini masih menarik bagi mereka karena sanksi administrasi saja besarnya 48% dari pokok utang pajak, ditambah penghapusan pidananya.

Ketiga, terkait data dan informasi terkait harta peserta pengampunan pajak, yaitu Pasal 15 draft RUU Pengempunan Pajak berbunyi: data dan informasi yang terdapat dalam Surat Permohonan Pengampunan Pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.

Semestinya hal ini menjadi hanya terbatas pada pidana perpajakannya saja. Data dan informasi dari Pengampunan Pajak harus tetap dapat digunakan untuk penyidikan, penyelidikan, dan pengusutan pidana lainnya seperti korupsi, narkoba, terorisme, dan perdagangan manusia. Hal ini diperlukan untuk menutup pintu moral hazard dari pemberlakuan Pengampunan Pajak.

Keempat, soal penempatan dana hasil repatriasi. PKS mengusulkan Dana hasil repatriasi diarahkan untuk ditempatkan pada sejumlah instrumen keuangan seperti SBN khusus yang diterbitkan pemerintah, obligasi BUMN Infrastruktur dan Lembaga Keuangan Khusus (LKK) terkait Infrastruktur yang ditunjuk Menteri untuk percepatan infrastruktur. Lebih lanjut, setelah tahun kelima, dibuka sejumlah instrumen investasi penempatan dana, seperti Reksadana Kontrak Investasi Kolektif dan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset dan Reksadana Penyertaan terbatas yang ketiganya akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kelima, soal jangka waktu penempatan dana. Pada draft yang diajukan oleh Pemerintah, jangka waktu penempatan dana hanyalah tiga tahun. PKS mengusulkan untuk memperpanjang menjadi 10 tahun. Perpanjangan waktu penempatan dana ini menjadi krusial mengingat apabila waktu yang diberikan terlalu pendek, akan berbahaya bagi infrastruktur keuangan nasional. Aliran dana yang keluar setelah tiga tahun dapat memukul perekonomian nasional.

Keenam, soal imbal hasil dana repatriasi. Demi asas keadilan, PKS mengusulkan bahwa imbal hasil dana repatriasi, yang berasal dari berbagai instrumen keuangan, seharusnya lebih rendah dibandingkan uang tebusan yang harus dibayarkan.

Ketujuh, soal sektor usaha yang dapat ditempati dana repatriasi. PKS mengusulkan untuk menghapuskan sektor properti dari salah satu sektor yang dapat ditempati dana repatriasi. Alasan dihapuskannya sektor properti adalah untuk menghindari potensi bubble serta memfokuskan dana untuk menggerakan sektor riil.

Ecky A. Mucharom
Ketua Departemen Keuangan dan Perbankan DPP PKS