Tabrakan Kereta Bandung Raya, Legislator PKS: PT KAI dan Ditjen Perkeretaapian Harus Bertanggung Jawab

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Sigit Sosiantomo
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Sigit Sosiantomo

Jakarta — Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Sigit Sosiantomo prihatin dengan tabrakan Kereta Api (KA) Turangga relasi Surabaya-Bandung bertabrakan dengan KA Lokal Bandung Raya di petak Stasiun Cicelengka – Haurpugur, Jumat (5/1/2024) pukul 06.03 WIB.

Menurut Sigit, PT KAI selaku operator dan Ditjen Perkeretaapian harus bertanggung jawab atas insiden yang menyebabkan tiga orang tewas, termasuk masinis kereta Bandung Raya.

“Saya turut prihatin dengan terjadinya musibah ini. Terlebih untuk para korban yang meninggal dunia, termasuk masinisnya, saya turut berduka cita. Insiden ini membuktikan bahwa ada kelalaian dari PT KAI selaku operator yang mengoperasikan kereta yang tidak memenuhi Persyaratan Teknis Peralatan Telekomunikasi Perkeretaapian. Karena dugaan sementara, penyebab kecelakaan dua kereta tersebut karena ada yang menghalangi jalur komunikasi. Sehingga hal itu membuat masinis dari kedua kereta api tersebut tidak dapat melihat dan berkomunikasi,” kata Sigit, yang juga anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Dapil Jawa Timur I.

Berdasarkan Peraturan Menteri (PM) No. 45 Tahun 2018 Tentang Persyaratan Teknis Peralatan Telekomunikasi Perkeretaapian, kata Sigit, PT KAI selaku operator harus memastikan sarana kereta api yang dioperasikannya sudah memenuhi syarat teknis peralatan telekomunikasi perkeretaapian, baik peralatan komunikasi suara maupun data.

Selain operator, Sigit juga mendesak Ditjen Perkeretaapian selaku regulator untuk bertanggung jawab karena sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Perkeretaapian berwenang melaksanakan pengendalian atas penerapan persyaratan teknis melalui kegiatan pemberian arahan, bimbingan, supervisi, pelatihan, perizinan, sertifikasi, dan bantuan teknis.

“Sesuai dengan UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan PM No. 45 tahun 2018, Ditjen Perkeretaapian seharusnya melakukan pengawasan dan pembinaan atas penyelenggaraan perkeretaapian oleh operator. Jika tugas ini dilaksanakan dengan baik, musibah kecelakaan seperti ini bisa dihindarkan. Terlebih, sudah terjadi dua kali tabrakan kereta api dalam selang waktu hanya beberapa bulan saja,” kata Sigit.

Selain melakukan pengawasan atas persyaratan teknis per-telekomunikasian kereta api, Sigit juga mempertanyakan Sistem Manajemen Keselamatan Perkeretaapian (SMKP) apakah sudah dilakukan dan diawasi pelaksanaannya oleh Ditjen Perkeretaapian.

“Sesuai dengan PM 69 Tahun 2018 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Perkeretaapian (SMKP), regulator harus melakukan audit untuk memastikan SMKP penyelenggara perkeretaapian dengan kesesuaian kriteria SMKP yang telah ditetapkan dan diterapkan secara efektif. Saya khawatir ini tidak dilakukan secara menyeluruh, apalagi kereta yang terlibat kecelakaan ini adalah kereta lokal yang mungkin tidak mendapat perhatian dari Ditjen,” kata Sigit.

Untuk itu, Sigit mendesak Kementerian Perhubungan khususnya Ditjen Perkeretaapian untuk tidak abai menjalankan tugasnya karena ini menyangkut keselamatan dan keamanan transportasi publik.

“Setiap tahun kita selalu anggarkan dalam APBN untuk program keselamatan dan keamanan, tapi kenapa makin kesini makin tidak aman dan tidak selamat? Pelayanan trasnportasi publik seperti kereta seharusnya tingkat safety nya lebih tinggi dibandingkan kendaraan lain karena mempunyai jalur sendiri. Bukan malah sering terjadi kecelakaan,” kata Sigit.

Dalam kesempatan itu, Sigit juga akan mengusulkan revisi UU Perkeretaapian karena dinilai belum menjawab semua permasalahan perkeretaapian.

“UU Perkeretaapian sepertinya harus direvisi agar bisa memberikan layanan yang optimal pada masyarakat, seperti sanksi berat bagi operator yang tidak memenuhi standar pelayanan minimal,” kata Sigit.