Sidang MK Membuka Peluang Adanya Perhitungan Suara Ulang

JAKARTA (12/8) - Direktur  Sinergi  Masyarakat   untuk Demokrasi Indonesia  (Sigma) Said  Salahudin  meyakini bahwa besar kemungkinan MK akan memutusakan adanya perhitungan suara ulang (PSU)  terkait dengan selisih angka.  Bahkan bisa pula MK memerintahkan  pemungutan  ulang terkait dengan kualitas demokrasi. Hal ini bisa saja dilakukan akibat  MK  menolak mengakui  alat  bukti yang  diajukan KPU pada gugatan hasil pilpres.  Sebab,   MK mengeluarkan perintah kepada  KPU membuka kotak suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dalam persidangan saja, dan tidak sebelum digelar persidangan gugatan pilpres saat ini.

Said  mengatakan,  dalam penetapan  MK  itu  dinyatakan tidak  boleh membuka kota suara  tanpa  melibatkan  sanksi. “Jadi  apa yang telah dilakukan KPU melalui Surat Edaran  No 1446/KPU/VII/2014  tanggal  25 Juli  2014  tentang  perintah membuka  kotak suara jelas bermasalah dan merupakan  pelang¬garan hukum," kata  Said .

Konsekuensi  dari pembukaan kotak suara tidak  sah  itu menjadikan  alat bukti KPU tidak sah dan  tidak  bernilai. "Jadi  bisa saja majelis hakim MK tidak  mengakuinya,"  kata Said. Jika  itu yang terjadi, atau alat bukti KPU  dinyatakan tidak sah, maka majelis hakim MK bisa saja memutuskan memerintahkan dilakukan penghitungan ulang terkait dengan selisih angka.  

Hal sama juga sebelumnya disampaikan anggota tim hukum Prabowo-Hatta, Didi Supriyanto  yang mengatakan bahwa pembukaan kota suara merupakan tindakan melawan hukum. Oleh  sebab itu, MK seyogyanya memutuskan bahwa alat  bukti yang  diperoleh  dari pembukaan kotak  suara  sepihak  tidak sah.

Didi menilai, surat edaran KPU Pusat tertanggal 25 Juli 2014  kepada  semua KPU daerah terkait pembukaan kotak  suara tidak bisa ditolelir. Sebab, hingga saat ini proses  Pilpres 2014 belum tuntas dilaksanakan. Menurut dia, setelah tahapan penetapan hasil  rekapitu¬lasi  perolehan suara,  pembukaan kotak  suara  hanya  bisa dilakukan  dalam  siding sengketa pilpres di MK,  atau  atas seizin hakim MK. Ia  berpendapat, seluruh kota surat itu berisi  dokumen pemilu  yang tidak dapat dibuka, kecuali ada  perintah  atau seizin  MK. Hal itu berlaku karena seluruh kotak  suara  berisi alat bukti penting dalam persidangan gugatan  Pilpres 2014.

Terkait pembukaan kotak suara , Direktur  Political Communication Institute  (Polcomm) Heri Budianto,  menilai  dia melihat lembaga yang diketuai Husni Kamil Manik itu  seperti kehabisan akal  dalam  mengatasi opini  yang   berkembang. "Mestinya KPU menjelaskan secara jelas dan clear soal  kotak suara tersebut," ujar dia. Menurut  Heri,  publik menangkap  KPU  telah  melakukan kesalahan  dan melanggar etik. Jika tidak  disikapi  dengan benar,  maka  masyarakat akan menyimpulkan  mereka  berpihak kepada salah satu calon. "Sebab, calon yang merasa dirugikan adalah kubu  Prabowo-Hatta.  Soal  itu, KPU mestinya membela  diri,"  jelasnya seraya menambahkan seharusnya kotak suara itu dibuka  dengan menghadirkan  saksi  kedua belah pihak dan pihak  keamanan.  Tujuannya, agar tidak ada praduga dari pasangan calon. "Nah, ketika itu tidak dilakukan, maka secara etis langkah KPU itu keliru," tuturnya.