Sahkan UU Negara Ras Yahudi, Israel Disebut Bangsa Paradoks

Jakarta (27/7) - Knesset, Parlemen Israel, telah mengesahkan undang-undang yang menegaskan bahwa Israel adalah negara untuk ras Yahudi.

Menanggapi hal itu Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menegaskan Israel sebagai bangsa paradoks. Pasalnya Israel mengaku negara demokratis, tapi jelas-jelas menampakkan diskriminasinya secara sistematis dan legal lewat berbagai undang-undang.

Menurut Ketua Badan Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) DPP PKS ini, tindakan Israel sangat bertentangan dengan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang dikeluarkan 4 Januari 1949. Bahkan, ujar dia, bertentangan dengan hal yang sangat fundamental dari Deklarasi HAM PBB khususnya Artikel ke-2 yang melarang segala bentuk pembedaan berdasar ras dalam sebuah negara.

"Sungguh sebuah paradoks, negara yang rasis seperti Israel memiliki status keanggotaan PBB. Saya menyerukan agar status keanggotaan Israel tersebut diturunkan, bila perlu dihapus dan dikeluarkan dari PBB. Sebab paradoksal Israel ini jadi contoh buruk bagi penegakan demokrasi dan keadilan di seluruh dunia," papar Sukamta di Jakarta, Jumat (26/7/2018).

Politisi asal Yogyakarta ini menjelaskan, undang-undang Israel terbaru ini bisa jadi semacam undang-undang payung sekaligus sebagai pelengkap bagi beberapa undang-undang rasis diskriminatif yang sudah diterapkan sebelumnya.

Ia menilai Israel pasti sudah punya roadmap negara, dan salah satunya dengan dibuatkan undang-undang yang rasis dan diskriminatif seperti ini.

"Sikap Israel dari hari ke hari semakin menegaskan bahwa kemerdekaan Palestina adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bangsa dan negara Indonesia harus tetap konsisten melawan sikap Israel yang menjajah, semena-mena dan rasis seperti ini. Tak ada untungnya menghadiri pertemuan dengan petinggi Israel dengan alasan memperjuangkan kemerdekaan Palestina, karena toh sikap Israel menambah kepongahan mereka. Israel tak bisa diajak bicara, karena antara kata dan perbuatan paradoks," tegas Sukamta.