Riyono Soroti Rendahnya Harga Garam yang Sentuh Rp 350 Per Kg

Semarang (23/07) -- Anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah Riyono menyoroti anjloknya harga garam yang mencapai titik terendah pada tahun 2019 ini.

Menurut Riyono, sejak tahun 1986, harga garam yang paling parah tahun 2018 dan 2019. Harga pasaran 1350 rupiah, sekarang harga tinggal RP 600, Rp 350 sampai Rp 450 per bulan Juli 2019. Bahkan, Riyono mengatakan harga kualitas kw 3 kurang dari Rp300.

“Pemerintah tidak bisa antisipasi harga garam, karena impor membuat harga garam jatuh, saat ini garam impor masih numpuk di gudang Juwana Pati. Harga garam impor Rp 730/kg. Garam rakyat tidak diminati oleh perusahaan, bahkan kalau masuk ke perusahaan juga terkena biaya refaksi 10%, biaya transport Rp 150, biaya kuli Rp 50, beli karung Rp 30,” katanya, dikutip dari laman facebooknya, Ahad (19/7/2019).

Sehingga, total sudah Rp 230 dan harga jual 300 rupiah. Dalam kondisi ini, petani hanya dapat Rp 70 sehingga kondisi ini adalah kondisi sadis dan sangat menyesakkan dada petani  garam.

Selain itu, pengakuan ketua Koperasi di Rembang, bahwa perusahaan impor sering nakal terhadap kuota impor, kebutuhan 2 juta ton sering jadinya 3 juta ton. Atas kondsi ini, Riyono mengatakan garam rakyat hancur dan perlahan mati makan garam.

“Rembang ada 1600 Hektar dengan produksi 100 ton/hektar. Hasilnya 160.000 ton. Jika harga 500 rupiah maka bisa 80 M nilai yang dihasilkan oleh petani. Namun faktanya hanya 160.000 ton x 300 rupiah = 48 M, momen panen sekarang dimanfaatkan oleh "Jin dan syetan" untuk menimbun garam dan saatnya akan dijual dengan harga mahal,”ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ini.

Dia berharap, pemerintah konsisten terhadap SK permendag. Petani garam minta impor dikurangi dan jangan sampai rembes ke pasar tradisional, termasuk garam pengasinan harusnya garam lokal bukan garam impor.

“Faktanya pengasinan dan samak kulit dimasukan untuk menambah kuota impor. Semakin susah petani garam kita, kondisi harga garam anjlok karena pemerintah. Sudah mendekati TSM (terstuktur, sistematis dan Massif). Penggarap tani garam sepekan mereka hanya dapat 200.000 atau sehari hanya 25.000 rupiah. Parah dan sangat menyakitkan, garam nasional kita hancur,”ujar dia.

Lebih parah, Riyono mengungkapkan  impor garam ini salah satunya juga karena kewenangan Men KP soal rekomendasi impor garam dicabut, membuat kondisi pergaraman gelap gulita.

Selain itu, PP 9 tahun 2018 tentang Kebijakan Impor Garam menjadi awal bencana petani garam, sejak 18 maret 2018 di tandatangani oleh Presiden Jokowi dan oleh Menteri Susi Pujiastuti diduga belum dibaca oleh Jokowi.

“Menjadi bencana nasional bagi petani garam. Terus kalau impor menjadi senjata utama pemenuhan 3.7 juta ton lalu apa fungsi pemerintah? Carut marut pergaraman nasional akan semakin sulit diselesaikan jika tidak ada kemauan politik nasional. Jateng dengan produksi 750.000 ton per tahun, kebutuhan 300.000 ton per tahun,”tandasnya.

“Sisa produksi ini harusnya mampu menyelesaikan program swasembada garam nasional yg ingin dicapai sejak tahun 2017 oleh pemerintahan Jokowi, faktanya gagal. Saatnya kita fokus menolong petani garam,”pungkas Riyono.