Rapat Dengan Tiga BUMN, Legislator PKS Kritisi Utang BUMN Penerima PMN yang Sangat Besar

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati

Bandung - Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan kerja kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Bandung, Jawa Barat. Kunjungan kerja ini dilakukan dalam rangka penelaahan BAKN terhadap LHP BPK RI tentang penyertaan modal negara terhadap BUMN. Rapat di PT KAI ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, para direktur dari PT KAI, PT Wijaya Karya, dan PT Hutama Karya, sebagai BUMN yang menerimaa PMN.

Wakil ketua BAKN, Anis Byarwati, pada pertemuan ini menegaskan bahwa BAKN perlu menggali titik-titik di mana persoalan yang ditemukan harus diperbaiki.

"Karena BAKN tugasnya membuat rekomendasi terkait dengan topik PMN terhadap BUMN. Jadi bukan pengambilan keputusan seperti yang dilakukan di komisi. Tetapi kita mencari solusi yang terbaik," tuturnya.

Ketiga BUMN yang hadir pada pertemuan ini merupakan BUMN dengan nilai utang paling besar. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa utang Hutama Karya (HK) sebesar 71,53 trilyun, diperkirakan hingga tahun 2026 HK mengalami kerugian sebesar Rp 6 triliun.

Hutama Karya mengalami kerugian sekitar Rp 2 triliun pada 2020 dan Rp 2,4 triliun pada 2021, yang disebabkan beroperasinya sebagian ruas Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) sehingga bunga pinjaman sudah mulai dihitung.

Di sisi lain, sebagian ruas dari Jalan Tol Trans Sumatra ternyata tidak menghasilkan pendapatan sesuai dengan feasibility study yang direncanakan di awal. Anis pun berharap agar kementerian BUMN yang bertugas memberikan penilaian BUMN yang layak mendapatkan PMN, ke depan harus bekerja lebih cermat.

Terakhir, ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menyesalkan terjadinya masalah pada laporan keuangan Wijaya Karya. Ia juga mengkritisi ambisi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur yang tidak disertai kemampuan domestik dalam pembiayaannya.

"Persoalan BUMN karya tidak lepas dari ambisi program infrastruktur pemerintah yang membebani BUMN Karya. Proyek yang tidak masuk secara pertimbangan ekonomi tetap dikerjakan sehingga memberatkan neraca BUMN karya. Sehingga diantara akar masalah menggunungnya utang BUMN adalah kesenjangan antara kemampuan pendanaan domestik dan kebutuhan pembiayaan untuk infrastruktur nasional," tutupnya.