PKS Tak Terima Fatwa MUI Dicap Meresahkan

Hidayat Nur Wahid sedang ikuti aksi bela umat Islam (ilustrasi)
Hidayat Nur Wahid sedang ikuti aksi bela umat Islam (ilustrasi)

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak terima jika fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dianggap menjadi penyebab keresahan dan antikebinekaan.

"Ini adalah logika sesat," tegas anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Aboe Bakar Al Habsy, Rabu (18/1).

Dia mengajak untuk melihat sejarah soal fatwa jihad atau resolusi jihad yang disampaikan KH Hasyim Asy’ari saat mengobarkan perlawanan Arek Suroboyo terhadap penjajah.

"Bila tidak ada fatwa jihad tersebut tidak ada Hari Pahlawan dan kita tidak tahu apakah republik ini masih ada," ungkap Aboe.

Aboe mengatakan, fatwa MUI sudah ada sejak 40 tahun lalu. Bahkan, presiden juga sudah berganti lima kali dan tidak pernah ada satu pun yang mengeluhkan fatwa MUI. Malah, lanjut dia, fatwa MUI dijadikan rujukan pembangunan nasional, misalnya di bidang perbankan, zakat hingga wakaf.

"Jika yang dikeluhkan adalah pergerakan massa setelah ada fatwa penodaan, mari lihat sejarah karena hal itu juga dilakukan HOS Tjokroaminoto yang mengajak rakyat Indonesia untuk menghadiri rapat besar di Kebun Raya Surabaya, 6 Februari 1918. Saat itu HOS Tjokroaminoto mengajak rakyat untuk melawan penistaan yang dilakukan Djojodikoro terhadap Nabi Muhammad dalam harian Djawi Hisworo. Oleh karenanya pergerakan oleh rakyat seperti ini bukan pertama kalinya," tegas dia.

Aboe mengatakan yang perlu dipahami fatwa MUI adalah penerjemahan aturan hukum agama dalam konteks lokalitas dan kekinian.

Hal itu memang sangat dibutuhkan agar umar dapat memahami aturan hukum agama dengan baik dan benar sesuai dengan perkembangannya. "Tentunya sudah menjadi kewajiban bagi ulama untuk menjaga umatya agar selalu dalam rel ajaran agama yang benar," katanya.

Sumber: jpnn.com