PKS Harap Zakat Bisa Jadi Pengurang Pajak

Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jawa Tengah, Kamal Fauzi di sela Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) pada Minggu (19//3/2017) di Semarang
Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jawa Tengah, Kamal Fauzi di sela Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) pada Minggu (19//3/2017) di Semarang

Semarang (20/3) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berharap ke depan zakat menjadi salah satu cara untuk mengurangi pajak yang dibayar oleh masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jawa Tengah, Kamal Fauzi di sela Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) pada Minggu (19//3/2017) di Semarang.

Menurut Kamal, untuk menyukseskan rencana tersebut, pihaknya sebenarnya telah mengusulkan melalui Komisi E DPRD Jateng pada periode beberapa waktu lalu, dimana untuk mengoptimalkan pengumpulan zakat dari umat Islam di Jateng, Komisi E DPRD Jateng menggunakan hak inisitaif untuk membuat peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang zakat.

“Saat itu, dengan adanya Perda zakat diharapkan adanya pengelolaan zalat secara professional dan sesuai dengan syariah, semoga kedepan kembali didoong untuk menyukseskan agenda ini,”katannya.

PKS sendiri, katanya, sebenarnya berharap zakat bisa menjadi sarana untuk mengurangi pajak. Jika hal tersebut terealisasi, tentu meringankan beban para muslim. Ini lantaran kewajiban membayar zakat dapat mengurangi besaran beban pajak yang harus dibayar oleh seorang muslim sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

"Ketentuan zakat yang menjadi pengurang penghasilan kena pajak, misalnya saya bayar zakat itu mengurangi jumlah kewajiban. Kemauan masyarakat mengeluarkan zakat ini mengurangi beban pajak, sehingga otomatis perolehan zakat semakin besar," kata Kamal.

Lebih lanjut, Kamal mengungkapkan bahwa jika zakat itu benar-benar mengurangi pajak, maka banyak yang membayar zakatnya di lembaga yang diizinkan pemerintah. Karena pengurangan pajaknya itu signifikan sekali.

“Namun pertanggungjawaban pengelolaan zakat oleh lembaga yang bakal menagani benar-benar transparan dan masyarakat bisa melakukan control langsung. Untuk itu, jika Raperda zakat nantinya bisa disahkan menjadi Perda, maka akan dibentuk dua lembaga yang akan menangani masalah zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) selaku lembaga pengawas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) selaku pelaksana,” tandasnya lagi.

Senada dengan Kamal, anggota DPR RI Abdul Kharis Al Masyhari mengungkapkan sebagai contoh konsep zakat pengurang pajak ini adalah Malaysia. Pada tahun 1978, pemerintah Malaysia mengesahkan aturan setiap pembayaran zakat individu dapat menjadi pengurang pajak. Pada tahun 1990, zakat pengurang pajak mulai diberikan kepada perusahaan yang membayar zakat dengan potongan sangat kecil.

Jika pembayaran zakat individu dapat menjadi pemotongan pajak 100 persen, pada tahun 2005, pemerintah Malaysia mengeluarkan keputusan menerima zakat perusahaan menjadi pengurang pajak hanya sebesar 25 persen saja. Pemerintah Malaysia masih belum menerima usulan agar zakat perusahaan dapat mengurangi pajak 100 persen.

“Kampanye zakat di sana semakin meluas, adanya zakat sebagai pengurang pajak, dan peningkatan kesadaran berzakat umat Islam di Malaysia. Sementara cara pembayaran zakat yang paling banyak dilakukan oleh muzakki (pembayar zakat) di Malaysia adalah melalui pemotongan secara langsung gaji para pegawai pemerintah atau karyawan perusahaan swasta,” pungkasnya.