Perpres No 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur dan Anggaran APBN TA 2020 Berpotensi Melanggar UUD NRI Tahun 1945

Ketua DPP PKS Bidang Ekuintek-LH Memed Sosiawan
Ketua DPP PKS Bidang Ekuintek-LH Memed Sosiawan

Oleh: Memed Sosiawan

Ketua DPP PKS Bidang Ekuintek-LH

Pada tanggal 3 April 2020, Presiden RI Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020. Perpres tersebut diundangkan pada tanggal yang sama, dan dicatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 94.

Di dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, masalah APBN telah diatur dengan sangat rinci dan jelas serta tercantum pada Bab VIII UUD NRI Tahun 1945, tentang Hal Keuangan, yaitu pada: Pasal 23; Pasal 23A; Pasal 23B; Pasal 23C; dan Pasal 23D. Pasal 23 terdiri dari tiga ayat, sbb:  

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.*** );

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***);

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.***).

Sedangkan pada Pasal 23A, 23B, 23C, 23D, disebutkan sbb: Pasal 23A, Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.***); Pasal 23B, Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.***; Pasal 23C, Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.***; Pasal 23D Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.***).

Gambar Muka: UU APBN 1968 pada masa Presiden Suharto.

Telah terjadi berbagai krisis pernah menerpa Indonesia. Krisis yang terjadi pada akhir pemerintahan Presiden Soekarno dan awal pemerintahan Presiden Suharto (1966 – 1968) sangat berat, kondisi perekonomian nyaris hancur karena pemerintah gagal membayar hutang sebesar US$ 2,8 miliar, terjadi Hyper Inflation karena angka inflasi melonjak menjadi 639%, dan produksi industri hanya mencapai 20% dari kapasitas industri nasional.

Kondisi tersebut dijawab oleh Presiden Suharto dengan tetap melanjutkan UU NO. 22, LN. 1965/ NO. 117 pada 31 Desember 1965, tentang Anggaran Moneter TA 1966; menerbitkan UU No. 14/1966 pada 31 Desember 1966, tentang APBN 1967; kemudian menerbitkan UU No. 1967 tentang APBN 1968 (Gambar UU APBN 1968 terlampir diatas); merubah format postur APBN dari Model Anggaran Moneter menjadi Model APBN Berimbang dan Dinamis; menertibkan defisit anggaran dari 63,5% dari Belanja/Pengeluaran Negara (1965) menjadi tidak ada defisit pada 1968; dan menekan inflasi dari 639% (1965) menjadi normal 3,9% (1970).

Pemerintahan Presiden BJ. Habibie yang mewarisi krisis moneter 1998, juga melakukan beberapa langkah penyelamatan, antara lain: menerbitkan UU APBN 1999-2000 pada 29 Maret 1999; menurunkan Debt to GDP Ratio sebesar 72,48% pada puncak krisis (1997) menjadi 45,21% (1999); menyelamatkan pertumbuhan ekonomi dari kondisi resesi, dengan pertumbuhan ekonomi -13,16% (1998) menjadi positif 0,62% (1999); dan bersama Bank Indonesia (BI) menguatkan nilai tukar rupiah dari Rp 14.700,00 per US$ (1997) menjadi Rp 8.000,00 per US$ (1999).

Demikian pula yang dilakukan oleh Presiden Susilo B. Yudhoyono ketika menghadapi krisis perekonomian global pada 2009, dengan melakukan beberapa langkah, antara lain: menerbitkan UU No. 41 Tahun 2008 tentang APBN 2009; pertumbuhan ekonomi yang turun dari 5,4% (2008) menjadi 4,5% (2009) kemudian bisa naik kembali menjadi 6,38% (2010); menurunkan Debt to GDP Ratio dari 34,22% (2008) menjadi 29,99% (2009) kemudian menurun lagi menjadi 26,16% (2010); dan bersama BI menjaga stabilitas Nilai Tukar Rupiah dari Rp 9.385,00 per US$ (awal 2008) kemudian melemah menjadi Rp 11.930,00 per US$ (2009), dan kemudian menguat kembali menjadi Rp 9.800,00 (2010).

Seluruh Presiden Republik Indonesia selama memimpin pemerintahan sejak Presiden Soekarno (di akhir Orde Lama), kemudian Presiden Suharto (selama masa Orde Baru), Presiden BJ. Habibie (di akhir Orde Baru), juga Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati, serta Presiden Susilo B. Yudhoyono, selalu menetapkan APBN setiap tahun dengan Undang-undang (atau peraturan perundang-undangan sederajat/Perpu), sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 23 (1) UUD NRI Tahun 1945, bahkan ketika Indonesia menghadapi krisis yang berat.

Penetapan APBN dengan Peraturan Presiden (Perpres) jelas bertentangan dengan Pasal 23 (1) UUD NRI 1945, karena apabila APBN ditetapkan dengan Undang-undang (atau peraturan perundang-undangan sederajat/Perpu) maka Presiden akan tetap melibatkan DPR dengan Pertimbangan DPD (berkaitan dengan isu kedaerahan) sesuai dengan Pasal 23 (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945.

Sedangkan apabila APBN ditetapkan dengan Peraturan Presiden, maka tidak akan terjadi pelibatan DPR dan pertimbangan DPD dalam pembahasannya, sehingga terjadi pelanggaran terhadap Pasal 23 (1), (2), dan (3) UUD NRI Tahun 1945 .