Perbaiki Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Masyarakat

Jakarta (9/12) – Anggota Komisi IV DPR RI Akmal Pasluddin menilai pelaksanaan Program Pupuk Bersubsidi di masyarakat pada tahun 2016, masih perlu diperbaiki dari beragam aspek. Baik dari sisi teknis, manajemen, hingga regulasi penyalurannya.

Hal itu disampaikan Akmal pasca mengevaluasi kinerja Kementerian Pertanian (Kementan) sejak Raker 5 Januari hingga Desember 2016, dimana masih banyak terjadi persoalan, baik masalah ketepatan waktu, jumlah, mutu, harga hingga lokasi penyaluran.

“Kami di komisi IV selalu berusaha melakukan pengawasan optimal pada pelaksanaan program pupuk subsidi ini. Alokasi anggarannya sangat besar hingga hampir menyamai APBN kementerian pertanian itu sendiri, yakni sebesar 30,06 Triliun pada tahun 2016. Panja dibentuk untuk memperkuat pengawasan sehingga pemerintah bekerja secara serius memenuhi prinsip tepat sasaran pada penyaluran pupuk bersubsidi ini,” jelas Akmal di Jakarta, Jumat (9/12).

Akmal menambahkan bahwa dirinya selalu meminta Kementan untuk terus memerbaiki data petani yang menerima pupuk bersubsidi. Oleh karena, efektifitas dan efisiensi program ini bermula dari data yang selalu terbarui.

“Ketika data bermasalah, maka ibarat efek domino, maka seluruh kinerja program pupuk bersubsidi dari awal hingga akhir akan bermasalah. Begitu sebaliknya, ketika baik data, maka kemungkinan keberhasilan dan efektivitas kinerja kementerian dalam program pupuk bersubsidi ini akan baik,” jelas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II ini.

Diketahui, dalam Rapat Kerja antara Komisi IV bersama dengan Pemerintah, disetujui bahwa terdapat pencadangan 1 juta ton pupuk subsidi senilai 3,12 triliun untuk pupuk bersubsidi. Cadangan pupuk subsidi ini akan diimplementasikan apabila data penerima pupuk subsidi sudah mengalami perbaikan.

“Salah satu penyebab keputusan pencadangan ini akibat penilaian BPK yang menyatakan penyalur pupuk subsidi, yaitu PT. Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) tidak melakukan mekanisme verifikasi dan belum ada data yang valid tentang kebutuhan dan jumlah petani penerima pupuk bersubsidi,” jelas Akmal.

Oleh karena itu, Akmal meminta tegas kepada aparat penegak hukum agar meningkatan pengawasan di lapangan untuk dapat menindak tegas pada pelaku penyimpangan pupuk bersubsidi ini. Audit BPK pada tahun ini memberikan gambaran bahwa 30 persen pupuk subsidi diberikan pada pihak yang tidak tepat.

“Penyaluran pupuk bersubsidi di Indonesia masih buruk. Banyak kelemahan dapat ditemui pada aspek dasar hukum, perencanaan dan peredaran. Kami di DPR akan terus menerus melakukan pengawasan dan kami akan mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk turut aktif memberikan pengawasan pada program penyaluran pupuk bersubsidi ini,” tegas Anggota Badan Anggaran DPR RI ini.