Pemerintah Harus Serius Wujudkan Pendidikan Gratis Secara Merata

Ilustrasi Hari Pendidikan
Ilustrasi Hari Pendidikan

Semarang (2/5) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah Ahmadi meminta pemerintah untuk serius membenahi persoalan pendidikan nasional, salah satunya adalah program pendidikan menengah gratis yang dinilai belum merata.

”Silih berganti masalah pendidikan nasional memburamkan wajah pendidikan kita. Selalu saja yang menjadi korban adalah masyarakat, dalam hal ini para siswa dan wali murid, salah satunya, jika satu daerah bisa menggratiskan pendidikan menengah, seharusnya provinsi serius mewujudkannya di seluruh Jawa Tengah,”katanya pada Selasa (2/5/2017) di Kota Semarang.

Menurut Ahmadi, saat ini beberapa daerah di Jateng seperti Karanganyar, Kudus dan Semarang telah menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk SMA/SMK sederajat.

“Namun masa depan pendidikan menengah gratis di Jawa Tengah mulai dipertanyakan. Kemampuan tiap daerah memang berbeda-beda, ditariknya kebijakan ini ke provinsi adalah semangat untuk menyeragamkan. Jika satu daerah bisa menggratiskan pendidikan menengah, seharusnya provinsi serius mewujudkannya di seluruh Jawa Tengah,”jelasnya. 

Dikatakan legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, saat ini Pemprov memang mengakui keterbatasan anggaran untuk menerapkan kebijakan pendidikan menengah gratis. Hal ini mestinya tidak mengubah kebijakan pendidikan gratis yang sudah berjalan di beberapa daerah.

“Pemprov bisa memberikan ruang bagi kabupaten/kota yang sudah menerapkan pendidikan menengah gratis untuk memberikan subsidi bagi anak didiknya agar tetap bisa bersekolah gratis. Sembari tetap serius menyiapkan kebijakan pendidikan gratis untuk SMA/SMK sederajat ke depan,”ujarnya.

Menurut Ahmadi, semangat utama diaturnya pendidikan dalam UU Pemda adalah semangat desentralisasi pendidikan. Masalah pendidikan diharapkan bisa langsung diselesaikan pemerintah di level kabupaten/kota. Sebab, bisa jadi kearifan lokal antara daerah yang satu berbeda dengan daerah lain.

“Dengan ditariknya wewenang pendidikan menengah ke provinsi, semangat desentralisasi makin mengendur, birokrasi pendidikan kabupaten/kota merasa tanggung jawab soal pendidikan menengah ada di provinsi, di sisi lain, birokrasi provinsi seolah belum siap menghadapi beragam masalah yang muncul dari kabupaten/kota. Belum ada sistem koordinasi yang bagus. Pengalihan tanggung jawab seharusnya diikuti peningkatan kapasitas dari provinsi untuk menyelesaikan masalah pendidikan menengah di daerah,”jelasnya.

Dengan berbagai persoalan tersebut, kata Ahmadi, semakin membuat anak didik dan wali murid bingung. Provinsi mesti sesegera mungkin menyiapkan sistem yang kuat dan koordinasi kokoh dengan kabupaten/kota untuk sebisa mungkin menyelesaikan permasalahan ini.

Selain itu, Ahmadi menyoroti catatan lain di hari pendidikan nasional (Hardiknas) 2017 adalah partisipasi dana dari masyarakat.

Hal ini, menurut Ahmadi, harus dijelaskan secara transparan oleh pemerintah provinsi. Jangan sampai ada persoalan pungutan baru di sekolah dengan alasan kekurangan dana pendidikan dari provinsi.

Menurut Ahmadi, peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dengan tegas mengatur jika dana dari masyarakat dimungkinkan dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. Kita sadar pendidikan adalah hak setiap warga negara.

“Pendidikan jugalah yang bisa mengangkat derajat anak-anak Indonesia. Lahirnya sebuah kebijakan jangan lantas membebani anak didik dengan berbagai kewajiban baru yang membingungkan, Meski demikian, kita mesti optimistis, karena pemismistis bukanlah ajaran Ki Hajar Dewantara,”pungkasnya.