New Normal: Kenormalan Baru atau Gelombang Penyebaran Baru (New Wave)

Ilustrasi penyaluran bantuan dampak Covid-19 dari PKS
Ilustrasi penyaluran bantuan dampak Covid-19 dari PKS

Sikap Politik Fraksi PKS DPR RI Menyikapi Rencana New Normal Pemerintah

Pemerintah telah mewacanakan diberlakukannya New Normal (kenormalan baru) sebagai sebuah tata kelola baru beraktivitas pasca pengangkatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).  Presiden Joko Widodo dalam siaran pers (7/5/2020) menyampaikan bahwa masyarakat perlu berdamai dengan Covid-19 selama beberapa waktu ke depan.

Wacana ini kemudian diperkuat dengan keluarnya Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Kemudian Kementerian Badan UsahaMilik Negara (BUMN) juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor S-336/MBU/05/2020 tentang Antisipasi Skenario The New Normal BUMN. Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga dikabarkan akan mengeluarkan panduan bagi Aparatur Sipil Negara terkait New Normal.

Sikap Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) tentang rencana New Normal

A. Fraksi PKS DPR Rİ memandang wacana new normal terlalu dini untuk digulirkan sebagai sebuah kebijakan.

Fraksi PKS DPR RI menolak wacana kenormalan baru di masa pandemi yang dilakukan tergesa-gesa.  Pemerintah menyatakan bahwa basis dari kenormalan baru ini adalah bagaimana kita beradaptasi (dengan situasi) terkait dengan sebaran Covid-19. Dasar pijakan ini berbeda jauh dengan prasyarat diberlakukannya new normal oleh World Health Organization (WHO), Badan Kesehatan Dunia. Jika menilik data dan fakta kondisi Indonesia, maka new normal belum dapat dilakukan. WHO menyatakan bahwa setiap negara yang hendak melakukan transisi, pelonggaran pembatasan, dan skenario new normal harus memerhatikan hal-hal berikut ini:

  1. Penyebaran wabah Covid-19 dapat dikendalikan,
  2. Sistem kesehatan mampu untuk mendeteksi, melakukan tes, mengisolasi, dan menangani setiap kasus, serta menelusuri kontak antar kasus,
  3. Adanya minimalisasi risiko penyebaran di tempat yang rawan, seperti panti jompo,
  4. Sekolah, kantor, dan tempat-tempat lain yang esensial telah menerapkan langkah-langkah preventif,
  5. Risiko untuk mengimpor kasus telah tertangani,
  6. Masyarakat telah teredukasi, dilibatkan, dan diberdayakan untuk hidup di dalam kenormalan yang baru.

B. Fraksi PKS memandang Indonesia perlu mempersiapkan pengelolaan penanganan Covid-19 dalam jangka panjang, mengingat persebaran virus baru dapat diatasi bila telah dilakukan tes kepada warga secara masal, pembatasan mobilisasi manusia secara efektif, dan atau ditemukannya vaksin atau obat. Sementara, para pakar memprediksi bahwa vaksin paling cepat ditemukan pada tahun 2021 atau 2022.

C. Fraksi PKS memandang pemberlakuan kenormalan baru tidak boleh diartikan sebagai sebuah upaya mengembalikan kondisi masyarakat seperti sebelum pandemi corona. Sebab, dalam beberapa hal kondisi masyarakat sudah tidak bisa dikembalikan seperti dahulu. Standar kesehatan yang saat ini sudah berlaku seperti mengenakan masker, cuci tangan, dan penjagaan jarak merupakan hal yang tidak dapat dikembalikan seperti sedia kala.

D. Fraksi PKS juga memandang pemberlakuan kenormalan baru juga tidak boleh diartikan sebagai upaya mengakhiri Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara terburu-buru. PSBB hanya dapat diakhiri setelah penyebaran wabah dapat dikendalikan. Itu berarti ketentuan pengangkatan PSBB harus didasari oleh parameter terukur terkait penyebaran wabah seperti R0 atau Rt berada di bawah 1 yang berarti rata-rata satu orang hanya menyebarkan wabah (kepada) kurang dari satu orang, tidak adanya penambahan kasus baru yang signifikan, dan semua suspect berhasil dipastikan statusnya melalui tes. Tanpa adanya parameter yang jelas, maka pengangkatan PSBB dapat mengakibatkan bencana baru di masa mendatang.

E. Fraksi PKS mengingatkan agar kita mengambil pelajaran berharga akibat ketergesaan dari sejarah Pandemi Flu tahun 1918, ketika pengangkatan pembatasan dilakukan secara terburu-buru. Pengangkatan pembatasan ketika itu justru berakibat pada munculnya gelombang kedua kasus baru yang jauh lebih besar daripada gelombang pertama wabah. Kerusakan yang ditimbulkan gelombang kedua ini dapat menjadi pelajaran penting untuk sekali-kali tidak meremehkan kemampuan penyebaran virus.

F. Fraksi PKS DPR RI memandang bahwa sebelum mengembangkan wacana kenormalan baru, Pemerintah seharusnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua langkah penanganan Pandemi dan hasilnya dari Gugus Tugas dan semua stakeholder terkait. Hasil evaluasi inilah yang menjadi dasar pijakan untuk langkah berikutnya menyiapkan New Normal.       

Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, maka F-PKS DPR RI memberikan beberapa rekomendasi sebagai syarat sebelum Pemerintah menerapkan New Normal:          

Pertama, Pemerintah harus memastikan bahwa PSBB baru diangkat ketika parameter penyebaran virus menunjukkan virus berhasil dikendalikan. Ini berarti R0 dan Rt < 1, tidak ada penambahan kasus baru secara signifikan, penambahan kasus baru mengalami pengurangan selama 14 hari berturut-turut.

Kedua, Pemerintah harus memastikan kapasitas sistem kesehatan dan kesehatan masyarakat termasuk memastikan ketersediaan dan kesiagaan semua fasilitas kesehatan, alat kesehatan dan tenaga kesehatan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKRT), Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), dan laboratorium, serta berkolaborasi dengan fasilitas kesehatan swasta. Artinya, Rumah Sakit dan laboratorium yang tersedia siap untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak, dan mengkarantina.     

Ketiga, Pemerintah harus melakukan evaluasi dan kajian mendalam untuk merumuskan Road Map yang berdasarkan Evidence Based Policy bersama para ahli epidemologi, ahli virus, dan pakar lain yang terkait agar kebijakan yang akan diberlakukan sesuai dengan kondisi masyarakat dan daerah yang beragam. Hasil kajian juga diikuti dengan penyusunan Road Map menuju New Normal atau fase tahapan New Normal. 

Keempat, Pemerintah harus menyamakan persepsi tentang New Normal di seluruh jajaran pemerintah baik pusat dan daerah serta seluruh lapisan masyarakat. Jangan ada lagi perbedaan persepsi dan disharmoni komunikasi publik, termasuk berupa tumpang-tindih bahkan kontradiksi kebijakan, dan seringnya perubahan regulasi secara reaktif yang membingungkan masyarakat dan birokrasi di lapangan. Hal ini dapat memicu terjadinya ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah yang membahayakan  penanganan covid-19.

Kelima, Pemerintah harus memastikan kesiapan seluruh infrastruktur di semua tempat kegiatan yang akan berkumpul sejumlah orang. Ini akan membuat risiko virus corona terminimalisasi, terutama di panti jompo, fasilitas kesehatan mental, kelompok disabilitas, dan tempat-tempat yang menjadi pusat keramaian, seperti sekolah, perkantoran, pasar, pusat perbelanjaan, terminal, bandara, pelabuhan, dan sarana publik lainnya. Kesiapan infrastruktur sangat dibutuhkan untuk menyukseskan protokol kesehatan ketat di berbagai tempat dengan ditetapkannya jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, penyediaan masker, dan sarana kebersihan lainnya.           

Keenam, Pemerintah harus memastikan bahwa penyusunan norma baru dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak seperti akademisi, pakar kesehatan, peneliti, pengusaha dan pekerja sebelum disosialisasikan kepada masyarakat. Kegagalan penerapan kenormalan baru dapat terjadi karena masyarakat tidak siap. Ini artinya perlu dipastikan bahwa Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) atau sosialisasi sudah merata sampai ke lapisan masyarakat terbawah dengan melibatkan para tokoh setempat, influencer, media dan semua pihak.

Ketujuh, Pemerintah dapat memulai New Normal sebagai uji coba di daerah yang sudah memenuhi syarat dengan evaluasi ketat dalam kurun waktu sepekan. Percobaan tersebut juga harus disertai upaya meminimalisasi risiko gelombang kedua atau bertambahnya wilayah episenter baru dengan kasus eksponensial, atau potensi kasus transmisi baru akibat arus balik mudik yang tidak terkelola. Setelah uji coba tersebut harus dilakukan evaluasi untuk menilai efektivitas pemeberlakukan kenormalan baru.

Kedelapan, Pemerintah perlu meningkatkan kemampuan tes-penelusuran (tracing)-klastering-isolasi. Hal ini penting sebab, dibukanya PSBB akan menghadirkan potensi lonjakan pasien baru yang signifikan. Terbatasnya kapasitas tes akan menimbulkan penumpukan Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang berpotensi mengakibatkan penyebaran semakin parah. Peningkatan kemampuan tes ini juga dibutuhkan untuk memastikan warga--yang beraktivitas di luar rumah pasca PSBB--telah dites dan dibuktikan bebas dari virus corona. Pemerintah dapat melakukan tes masal kepada penduduk atau pemerintah mewajibkan penduduk yang beraktivitas di luar untuk melakukan tes dan menanggung biaya tes sebagai jaminan perlindungan pemerintah kepada masyarakat.

Kesembilan, Pemerintah harus memastikan tidak terjadi lonjakan jumlah pasien baru pasca dibukanya PSBB dan diberlakukannya kenormalan baru. Jika ditemukan adanya lonjakan yang signifikan, maka pemerintah perlu segera memberlakukan pembatasan sosial kembali secara cepat.

Kesepuluh, Pemerintah harus mengelola transisi berbasis perencanaan dan pentahapan yang lebih sistematis, seperti membuka PSBB secara bertahap pada beberapa sektor penting terlebih dahulu, kemudian sektor yang lain sesuai dengan evaluasi yang dilakukan secara kontinu.

Kesebelas, Pemerintah harus memastikan keseluruhan data Covid-19 baik pusat maupun daerah dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan, teruji validitas, dan reliabilitas, dan objektivitasnya mengingat transparansi, akuntabilitas, dan kredibilitas data menjadi basis penentu dalam pengambilan kebijakan penanganan covid-19.

Demikian sebelas syarat mendasar yang diajukan oleh Fraksi PKS DPR RI sebagai rekomendasi sebelum Pemerintah memberlakukan New Normal secara menyeluruh agar kebijakan kenormalan baru tidak menjadi gelombang penyebaran wabah baru (New Wave).

 

Jakarta, 1 Juni 2020

Tim Penanganan Covid-19 Fraksi PKS DPR RI