Menjaga Ketentraman Masyarakat

Ilustrasi - Sumber latar http://pinstake.com
Ilustrasi - Sumber latar http://pinstake.com

Dari Abu ‘Ubadah bin Shamit ra, ia berkata, keadaan Nabi SAW apabila turun wahyu kepadanya, terlihat pada raut wajah beliau kesedihan. Dan pada suatu hari, turunlah wahyu pada beliau dan beliau bersedih. Setelah kesedihan tersebut hilang, beliau bersabda, “Tegakkanlah hukuman dariku. Sesungguhnya Allah telah memberikan jalan bagi mereka yang berzina, yaitu mereka yang sudah menikah dan belum menikah hukumannya didera seratus kali lalu dirajam. Sedangkan pezina yang belum menikah didera seratus kali lalu dibuang selama satu tahun” (HR Muslim)

Pada masa Rasulullah SAW, hukuman fisik yang berat yang diberikan bagi para pelaku zina dimaksudkan agar setiap muslim memahami bahwa berzina adalah suatu perbuatan dosa besar yang tidak boleh dianggap ringan, sebab perbuatan zina mempunyai implikasi yang besar baik bagi pribadi pelaku zina itu sendiri, maupun bagi  masyarakat secara luas.  Selain itu, hukuman tersebut merupakan sarana bagi para pelaku zina untuk membersihkan dosanya, bertaubat, dan melepaskan diri dari hukuman Allah kelak di akhirat.

Perbuatan zina merupakan pelanggaran terhadap hak-hak Allah yang memiliki ketentuan-ketentuan untuk ditaati makhlukNya, termasuk ketentuan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Allah memerintahkan setiap manusia untuk tidak melakukan berbagai upaya untuk mendekati perbuatan zina sebab perbuatan zina merupakan perbuatan yang keji dan suatu hal yang sangat buruk (QS. 17: 32). Perbuatan zina adalah refleksi dari hilangnya keimanan  dan rasa takut pelakunya kepada Allah SWT, menodai kesucian dan kehormatan diri, serta perbuatan dosa yang mendatangkan murka Allah SWT.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah beriman seseorang ketika dia melakukan zina, dan tidaklah beriman seseorang ketika ia sedang mencuri, dan tidaklah beriman seseorang yang sedang meminum minuman keras.” (HR. Muslim)

Secara fisik dan psikologis, perbuatan zina dapat menjadi pintu penularan penyakit-penyakit seksual yang membahayakan, melahirkan keresahan jiwa bagi pelakunya, mengembangkan sikap tak bertanggung-jawab dan menghilangkan nilai-nilai kemuliaan individu.

Secara sosial, perbuatan zina akan merusak tatanan kehidupan masyarakat  yang mapan dan teratur, yaitu merusak ikatan pernikahan dan keluarga, melahirkan keresahan di kalangan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesucian dan kehormatan,  menyebabkan anak hasil perzinaan kehilangan hak mendapat kejelasan garis keturunan (nasab) dan hak waris, bahkan dapat menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

Perzinahan dipandang dari sudut apapun, merupakan hal yang merugikan diri sendiri maupun masyarakat luas. Karenanya, upaya mencegah dan menutup pintu-pintu perzinahan merupakan hal yang harus dilakukan dalam rangka menjaga keamanan, ketentraman, dan keteraturan tatanan hidup bermasyarakat. Lebih dari itu, mencegah terjadinya perbuatan zina adalah salah satu bentuk amal shaleh yang akan mendatangkan keridlaan Alah dan mencegah dari kemurkaanNya.

Manakala hukum Islam belum seluruhnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang berarti hukuman bersifat fisik atas pelaku zina sebagaimana diperintahkan Rasulullah SAW tidak dapat diterapkan saat ini, hukuman secara psikologis dan sosial bagi para pelaku zina, sangat diperlukan agar menimbulkan efek jera bagi para pelakunya, serta mencegah meluasnya kerusakan moral dan sosial yang ditimbulkannya. “Mengasingkan’ para pelaku zina secara psikologis maupun sosial, merupakan sanksi minimal yang seharusnya tidak melemahkan hati orang Islam untuk melakukannya. Memaklumi perbuatan zina sebagai kekhilafan yang dapat dimaafkan tanpa memberi hukuman pada pelakunya, adalah tindakan kontraproduktif dengan upaya mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman, tentram, teratur, serta diridhai Allah swt.

Wallahu A’lam.

(Dept. Ketahanan Keluarga BPKK DPP PKS)