Menanti Gebrakan Ekspor Pemerintah

Anggota Komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharam
Anggota Komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharam

Jakarta (18/10) -- Perkembangan kinerja perdagangan internasional hingga kini masih juga belum membaik.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan nilai ekspor (Januari-September) turun 8%, dimana ekspor migas turun 25% dan nonmigas turun 6%.

Secara bulanan, nilai total ekspor September turun 5,7%, sedangkan nilai ekspor migas dan nonmigas masing-masing turun 37,1% dan 2,7%.

Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menjelaskan penurunan kinerja sektor mengkhawatirkan, karena bangsa kita tidak bisa mempercepat penurunan defisit perdagangan dan neraca transaksi berjalan.

"Defisit perdagangan mencapai US$ 1,94 miliar (Januari-September 2019). Perlu kita pahami bahwa surplus neraca perdagangan menjadi sangat penting, karena hanya komponen tersebut yang dapat menurunkan defisit neraca transaksi berjalan," jelas Ecky.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menambahkan neraca jasa dan neraca pendapatan masih defisit, sehingga kita hanya bisa berharap dari surplus neraca perdagangan. Sayangnya, kinerja perdagangan masih belum membaik.

"Terlepas dari persoalan perang dagang AS-China, saya melihat bahwa ekspor kita memang tidak berdayan saing," pungkas Ecky.

Menurut Ecky, beberapa hal yang mempengaruhi tak bisa bersaingnya perdaganagn Indonesia adalah: (i) struktur ekspor yang didominasi oleh komoditas mentah seperti minyak, batubara, hingga CPO, dimana harganya cenderung turun dan (ii) sempitnya jangkauan pasar ekspor Indonesia, yang hanya ke 13 negara (dengan kontribusi 70 persen dari nilai ekspor).

"Saya pikir, pemerintah harus segera mencari solusi kinerja ekspor, sehingga surplus bisa dicapai pada akhir tahun. Ada kecenderungan, surplus neraca perdagangan bukan karena faktor perbaikan ekspor, tetapi karena penurunan pertumbuhan impor yang lebih tinggi dari penurunan pertumbuhan ekspor. Ini tidak sehat," tutup Ecky.