Kunjungi NTB, Netty Minta Pemerintah Serius Kelola Tenaga Kerja Migran

NTB -- Anggota Komisi IX Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Netty Prasetyani melakukan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi NTB, Rabu (23/01/2020). Dalam kunjungannya Netty menyoroti perihal tantangan Pemerintah dalam memberikan pelatihan dan pembekalan bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Netty mengungkapkan Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan perlu bersungguh-sungguh menyelenggarakan program pembangunan bidang ketenagakerjaan khususnya penanganan permaslahan pekerja migran.

"Dari banyak sumber tidak kurang tujuh juta warga kita memilih bermigrasi kerja ke berbagai negara tetangga," ucap Netty.

Menurut BP3TKI, penempatan PMI pada 2018 mencapai 283.640. Dari jumlah itu 133.640 pekerja di sektor formal dan 150 ribu pekerja bekerja di sektor informal.

"Sayangnya, dari jumah tersebut, hanya 3,5 persen yang berlatarbelakang pendidikan tinggi sehingga kebanyakan PMI bekerja sebagai 'domestic worker', 'care giver', dan 'plantation worker' atau mendapatkan pekerjaan yang sering disebut 3D yakni dangerous,dirty, and difficult," tambahnya.

Dalam pandangan Netty, langkah serius yang harus dilakukan adalah sosialisasi tentang kesadaran dan persiapan bermigrasi kerja ke luar negeri. Hal ini penting karena PMI didominasi oleh lulusan SMP tetap mendominasi para tenaga kerja Indonesia sebanyak 101.824 pekerja atau sekitar 36% dan PMI lulusan SD sejumlah 97.209 pekerja atau sekitar 34%.

"Kalau melihat profil pendidikan PMI, ada hal lain yang harus dipahami selain persyaratan keterampilan bekerja seperti aspek sosial budaya, komunikasi, dan adat istiadat yang harus dipahami dengan baik," terangnya.

Menurut Netty yang juga Wakil Ketua Fraksi PKS ini, tantangan bagi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah melalui BP3TKI, Dinas Tenaga Kerja, dan PPTKIS untuk bersungguh-sungguh menyelenggarakan pelatihan dan pembekalan agar pekerja Indonesia dapat bekerja dengan baik dan aman di negara tujuan bekerja.

Tahun 2019, BP3TKI melaporkan skema penempatan PMI dengan skema P to P mendominasi skema penyaluran PMI ke luar negeri sekitar 85% mencapai 240.819 dari total 283.640 pekerja Indonesia.

"Agar kelak dapat meningkatkan keterampilan bekerja sesuai kebutuhan dan permintaan serta memperbanyak penempatan PMI dengan skema G to G (antar pemerintah) yang lebih aman dibandingkan skema yang lain. Juga pemerintah harus meningkatkan pengawasan pada skema swasta karena jumlahnya yang sangat banyak," ungkapnya.

Selain itu, kata Netty perlunya pembekalan sebelum berakhirnya masa kontrak agar PMI mampu memberdayakan diri dan keluarganya.

"Dengan harapan para Purna PMI nanti tidak perlu kembali bekerja di luar negeri karena sudah memiliki usaha yang menjanjikan," tambahnya lagi.

Terakhir, istri dari Gubernur Jawa Barat periode 2008-2018 Ahmad Heryawan ini mengatakan pengasuhan anak PMI menjadi skala prioritas yang harus diperhatikan pemerintah dan masyarakat, mengingat selama orang tua bekerja, anak kehilangan sosok ibu atau ayahnya dalam membangun kepribadian dan karakternya yang tangguh. Kondisi ini harus disikapi karena berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 199 ribu (70%) PMI merupakan pekerja perempuan, dan hanya 85 ribu (30%) pekerja laki-laki.

"Banyak kasus kejahatan seksual yang korbannya adalah anak-anak PMI. Bukan hanya kejahatan seksual, namun berbagai jenis tindakan kriminal yang menggiring anak-anak PMI menjadi pelaku maupun sebagai korban," tandasnya.