Komisi V Minta Pemerintah Ambil Alih FIR dari Singapura

Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi V DPR RI dengan Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/12) (dok DPR RI)
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi V DPR RI dengan Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/12) (dok DPR RI)

Jakarta (14/12) -- Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo secara tegas meminta pemerintah untuk memastikan pengambilalihan Flight Information Region (FIR) wilayah Kepulauan Riau dari Singapura secepatnya. Hal ini sesuai perintah Presiden RI melalui Instruksi Presiden pada 18 September 2015.

“Kami sepakat untuk segera diambil alih dan pemerintah membuat road map menuju pengambilalihan FIR yang selama ini dikelola Singapura," ungkap Sigit dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi V DPR RI dengan Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/12/2018).

Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan, peringatan Hari Nusantara ke-61 yang jatuh pada tanggal 13 Desember 2018 ini merupakan momentum yang tepat untuk mengungkap kembali permasalahan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah berlangsung cukup lama.

Salah satunya adalah pengelolaan ruang udara atau FIR meliputi Kawasan Selat Malaka, Kepulauan Riau, dan Natuna sejak tahun 1946. Pengelolaan FIR di kawasan tersebut oleh Singapura bertentangan dengan kedaulatan Indonesia.

Ditinjau dari aspek hukum, lanjut Sigit, perjanjian yang disahkan berisi penyerahan kewenangan pengontrolan lalu lintas udara oleh Pemerintah Indonesia kepada Singapura tidak memiliki kekuatan hukum yang pasti. Sebab, pada salah satu pasal mengamanatkan perjanjian tersebut berlaku apabila memperoleh persetujuan dari International Civil Aviation Organization (ICAO). Namun, hingga hari ICAO belum memberikan persetujuan.

“Karena itu kami mendorong Kementerian Perhubungan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri agar segera mengambil alih FIR, kapan kita siap. Sebab menurut IAAW dan AirNav mengelola lalu lintas udara Kepulauan Riau tidak lebih rumit daripada mengelola ruang udara sipil di atas Cengkareng,” sambung Sigit.

Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua IAAW Juwono Kolbioen menyayangkan Perjanjian antara Indonesia dengan Singapura tahun 1995, yaitu memperkuat pemberian wewenang pengontrolan sebagian ruang udara NKRI kepada Singapura yang tidak memiliki kekuatan hukum pasti, namun tetap diberlakukan.

Di sisi lain, beberapa pihak dinilai cenderung mendukung kepentingan Singapura dengan mengakui Indonesia belum mampu mengontrol lalu lintas penerbangan. Sehingga, apabila kewenangan Singapura diambil alih akan membahayakan keselamatan penerbangan.

“Pengakuan tersebut adalah suatu kebodohan, sebab selama ini Indonesia mengatur lalu lintas penerbangan yang lebih sibuk dan di kawasan yang lebih luas dari FIR Singapura tanpa kendala,” kata Kolbioen.

Akibat dari dampak penguasaan FIR tersebut sangat merugikan negara baik dari segi ekonomi melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diduga mencapai triliunan rupiah, aspek politik maupun aspek pertahanan negara.

IAAW mengusulkan DPR RI bersama pemerintah mengesahkan UU tentang Kedaulatan Negara yang mendeclare wilayah kedaulatan NKRI secara vertikal dan horizontal. “Kami juga berharap dilakukannya realignment FIR Singapura dengan FIR Jakarta, sehingga kedaulatan NKRI penuh dan utuh. Ibarat disebuah rumah ada tamu duduk setiap hari, ini enggak benar,” tegasnya.