Komisi I DPR Selalu Dibikin Kaget dengan Pembelian Alutsista TNI

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang bermitra dengan TNI tak tahu menahu mengenai pembelian Helikopter Agusta Westland (AW) 101 buatan Inggris. Hingga akhirnya, pengadaan alutsista tersebut mengalami masalah.

Mengapa bisa terjadi? Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, itu karena parlemen tidak lagi membahas satuan tiga. Satuan tiga adalah dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per program.

"DPR tidak membahas satuan tiga lagi. Jadi, program-program apapun tidak dibahas sampai detil, kegiatannya apa, anggaran berapa," tuturnya kepada JawaPos.com, Minggu (28/5).

Itu katanya termasuk kalau mau membeli alutsista, DPR tidak lagi dilibatkan pembahasannya. "Paling hanya masuk program besar, misalnya peningkatan kapasitas perang. Anggaran glundung sekian, titik. Isinya apa saja, tidak dibahas," jelas Sukamta.

Jadi, untuk pembelian AW 101, kata Politikus PKS itu, sudah masuk ranah satuan tiga yang tidak mungkin dibahas dengan DPR. "Makanya kita sering terkaget-kaget tiba-tiba TNI punya heli AW, punya meriam China, kapal selam anu. Setelah ribut baru DPR ditanya-tanya," keluh Sukamta.

Legislator asal Yogyakarta itu menyayangkan dengan sistem yang ada di DPR saat ini. Dimana mereka tidak lagi membahas satuan tiga dengan mitranya.

"Karena sistem yang ada sekarang seperti ini, pengawasan DPR menjadi selalu terlambat," pungkas Sukamta.

Sebelumnya, pembelian heli AW 101 oleh TNI AU sejak 2016 lalu menuai pro dan kontra. Bahkan Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah memerintahkan untuk membatalkan pengadaan heli angkut berat tersebut.

Namun, heli itu akhirnya tiba juga di Indonesia di awal tahun ini. Panglima Gatot pun memerintahkan kepada KSAU baru untuk melakukan penyelidikan hingga dibentuklah tim.

Terbukti, pengadaan heli tersebut bermasalah. Dari penyelidikan yang dilakukan Pusat Polisi Militer (POM) TNI bekerja sama dengan KPK, PPATK, BPK, dan Kepolisian RI, terungkap ada penyalahgunaan anggaran hingga negara dirugikan Rp. 220 miliar.

POM TNI pun telah memeriksa sejumlah saksi. Diantaranya enam orang dari militer dan tujuh orang dari sipil. Juga ditemukan barang bukti uang dan telah disita atas nama Diratama Jaya Mandiri sebesar 136 miliar.

Tiga orang pun telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berasal dari internal TNI sendiri. Diantaranya, Marsma TNI FA yang bertugas pejabat akte komitmen, Letkol BW pejabat pemegang kas, dan SS, staf Pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.

Sumber: Jawapos.com