Kebijakan Pemerintah terhadap Keberadaan Warga Asing di Indonesia Dinilai Khawatirkan!

Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Rofi Munawar
Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Rofi Munawar

Jakarta (30/11) – Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Rofi Munawar menilai kebijakan pemerintah yang cenderung permisif terhadap  Warga Negara Asing (WNA) yang berada di Indonesia, sangat mengkhawatirkan.

Pasalnya, kebijakan tersebut, secara faktual dinilai telah menimbulkan banyak keresahan dan kerentanan sosial.

“Jika tidak ada antisipasi yang memadai dari Pemerintah, kondisi tersebut dapat menimbulkan konflik ditengah-tengah masyarakat,” jelas Rofi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/11).

Diketahui, sejumlah insentif dari pemerintah terhadap WNA tersebut diberikan dengan dalih untuk meningkatkan investasi. Di antaranya adalah kemudahan memiliki properti, kepemilikan penuh saham dalam berbagai bisnis, dan kemudahan usaha lainnya.

"Pemerintah perlu sensitif dalam menangkap kegelisahan publik mengenai keberadaan WNA ilegal dan tidak terlatih akhir-akhir ini. Jangan semata alasan investasi, Pemerintah membiarkan sektor penting diserahkan kepada WNA padahal potensi dalam negeri mumpuni. Jelas ini perlahan-lahan akan mengganggu kedaulatan negara,” tegas Legislator PKS asal Jawa Timur ini.

Selain itu, Rofi menambahkan bahwa kebijakan Pemerintah yang membuka bebas visa bagi 169 negara, dapat membuka peluang permasalahan jika tidak diantisipasi dengan baik. Mengingat tidak seluruh negara tersebut potensial  bagi Indonesia.

"Kesan terburu-buru dan tanpa perhitungan matang, nampak sekali. Isu WNA akhir-akhir ini menjadi krusial dan mengundang berbagai macam masalah. Dan itu telah terjadi di beberapa daerah. Seperti WNA tidak terlatih, perusahaan yang ekslusif  dan protektif, maupun tindakan yang menganggu kedaulatan negara dengan memasang bendera negara lain" tegas Anggota Komisi VII DPR RI ini.

Secara khusus, Rofi juga menyoroti kejadian pengibaran bendera Negara Tiongkok  yang sempat berkibar di pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, yang terjadi saat peresmian smelter PT Wanatiara Persada, pada Jumat (25/11/2016).

"Pelanggaran  tersebut antara lain bendera asing dikibarkan sejajar dengan bendera Indonesia, ukuran bendera asing lebih besar ketimbang Merah Putih, serta dikibarkan di tempat umum,” jelas Rofi.

Di lain pihak, Rofi sangat mengapresiasi langkah Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang telah melakukan penurunan bendera asing tersebut. Hal ini ini dilakukan karena melanggar Undang-Undang nomor UU 24/2009 tentang bendera,  bahasa, dan lambang negara.

"Sepertinya pemerintah harus mengingat kembali sumpah jabatan yang memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa. Sehingga memahami, sesungguhnya pembangunan ini untuk siapa” pungkas Rofi.