FPKS Tolak Pasal Kontrak dan Minta Aturan Tarif Nol Persen RUU PNBP

Jakarta (26/7) -  Dalam Raker Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan, fraksi-fraksi di Senayan menyampaikan pendapat mini tentang RUU PNBP. Dalam kesempatan tersebut Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menyampaikan sikap menerima dengan empat catatan penting sebagaimana yang disampaikan oleh Ecky Awal Mucharam yang menjadi juru bicara Fraksi PKS.

“Pertama, FPKS mengkritisi pasal 7 Ayat 3 yang berbunyi: Tarif atas jenis PNBP yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Undang-Undang, kontrak, dan/atau Peraturan Pemerintah. FPKS keberatan dan menolak dimasukannya “kontrak” dalam ayat tersebut. Penghapusan kontrak dalam pengaturan tarif dimaksudkan agar semua jenis pemanfaatan SDA hanya mengacu kepada aturan perundang-undangan. Hal ini merupakan bentuk kedaulatan negara atas sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," kata dia di Jakarta, Rabu (25/7/2018).

Poin kedua terkait kontrak-kontrak yang sudah berjalan, FPKS menilai perlunya ketentuan peralihan terkait dengan kontrak-kontrak yang sudah berjalan tetap berlaku hingga kontrak tersebut selesai. Sehingga, memberikan kepastian hukum serta kepastian berusaha.

“Ketiga, FPKS meminta jaminan tarif 0% (gratis) pada layanan dasar umum khususnya bagi masyarakat tidak mampu. Ini menjadi wujud hadirnya negara sekaligus perwujudan janji kemerdekaan," kata dia.

Dengan jumlah masyarakat miskin yang masih banyak dan diperparah dengan menurunnya daya beli, ungkap Ecky, negara tidak boleh membebani mereka dengan pungutan atas pelayanan yang diberikan. Dengan adanya jaminan tersebut dalam PNBP, lebih ada kepastian hukum untuk melindungi masyarakat yang tidak mampu dari pungutan yang dibebankan oleh negara.

Ecky menegaskan PNBP sejatinya merupakan salah satu instrumen utama guna mewujudkan keadilan sosial melalui fungsi redistribusi pendapatan negara. Fungsi redistribusi PNBP ini hanya dapat terwujud jika masyarakat golongan ekonomi lemah dan rentan secara ekonomi tidak dibebani oleh pungutan PNBP.

Terakhir, FPKS memandang perlu memperpendek tenggat waktu penetapan peraturan pelaksanaan dari 3 menjadi 2 tahun. “Kita ingin saat RUU PNBP ini disahkan menjadi UU, langsung memberikan dampak untuk penerimaan negara. Semua memahami bahwa pendapatan negara semakin sulit mengejar pengeluaran. Hal ini terlihat dari defisit keseimbangan primer dan lonjakan utang,” tutup Ecky.