DPRD Jateng Sayangkan Pemerintah Impor Cangkul dari China

nggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Riyono
nggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Riyono

Semarang (01/11) – Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Riyono menyayangkan kebijakan pemerintah melaui PT PPI yang melakukan kegiatan impor cangkul dari China dan Vietnam.

Menurut Riyono dalam keterangannya, Selasa (1/10/2016) di Semarang, kebijakan dibukanya keran impor untuk cangkul dari China dan Vietnam ke Indonesia menimbulkan banyak kontroversi mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris yang terkenal dengan keunggulan pertaniannya.

Secara tidak langsung, kata Riyono, seharusnya Indonesia lebih unggul berkaitan dengan alat-alat, benih, maupun kebutuhan yang berkaitan dengan pertanian. Apalagi cuma cangkul yang merupakan alat sederhana tanpa menggunakan mesin.

“Pada tahap pertama impor yang sudah dilakukan sebanyak satu kontainer yang terdapat didalamnya ada 900 box berisi 24 pcs cangkul. Jumlah ini seharusnya cukup di percayakan pada usaha kecil menengah (UKM) saja,”ujarnya.

Lebih lanjut, Riyono mengatakan bahwa di Jateng saat ini terdapat dua sentra pembuatan cangkul di Brebes dan Klaten, belum lagi dengan usaha-usaha kecil yang tersebar di seluruh Jateng. “Bahkan Jika harus memenuhi kebutuhan cangkul se-Indonesia, Jateng siap untuk menyediakan,” tandas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jateng ini.

PT PPI, imbuh Riyono, beralasan bahwa impor tersebut karena banyaknya beredar perdagangan cangkul illegal dari luar negeri, sehingga kebijakan dari PT. PPI adalah melegalkan. Padahal seharusnya peran pemerintah adalah membasmi perdagangan illegal baik dengan kebijakan perundangan maupun melalui aparat bukan malah melegalkan semua perdagangan yang illegal.

Selain itu untuk mengantisipasi adanya kekurangan stok cangkul di Indonesia, seharusnya pemerintah mampu mendorong sentra pembuat cangkul dalam negeri agar semakin berkembang dan mampu memenuhi permintaan pasar.

“Ini wujud ketidakberpihakan pemerintah pusat terhadap perekonomian dalam negeri yang mulai menggeliat, membuka keran impor cangkul sama saja mematikan usaha kecil dan menengah dalam negeri,”tegasnya.

Kebijakan ini, tambah Riyono, juga bertentangan dengan UU no. 19 tahun 2013 pasal 19 ayat 3 dan Perda no. 5 tahun 2016 pasal 10 ayat 6 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani yang menyatakan bahwa Penyediaan Sarana Produksi Pertanian diutamakan menggunakan produksi dalam negeri.

“Itu artinya selama produk dalam negeri masih dapat mencukupi kebutuhan sarana produksi, impor tidak perlu di lakukan,”pungkasnya.