DPRD Jateng Ajak Legislator Jalankan Fungsi Parlemen dengan Baik

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Ahmadi
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Ahmadi
Semarang (17/10) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Ahmadi mengajak kepada para legislator di seluruh Jateng untuk menjalankan fungsi dan peranan sebagai legislator dan penyambung aspirasi masyarakat dengan baik.

Hal itu diungkapkan Ahmadi dalam momentum hari parlemen yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober. Di sisi lain, Ahmadi juga meminta para legislator untuk senantiasa menaati hukum dan peraturan yang berlaku. Hal ini dilakukan agar meminimalisir kasus hukum yang melibatkan para legislator.

"Mari kita tingkatkan kapasitas personal sebagai perwakilan rakyat, sehingga bisa menjalankan tugas dan fungsi di parlemen. Kita berikan yang terbaik untuk negeri kita tercinta. Prasetya Ulah Sakti Bhakti Praja, itu janji kita,” jelasnya di Semarang, Senin (17/10/2016).

Saat ini, menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, beberapa kasus mencerminkan kondisi parlemen di daerah masih banyak yang terjebak dalam paradigma penyelenggara pemerintah daerah. Hal itu menyebabkan fungsi kerja parlemen sebagaimana tertuang dalam Undang-undang (UU) MD3.

Akibatnya, kata Ahmadi, banyak fungsi-fungsi yang seharusnya dijalankan oleh DPRD kepada pemerintah eksekutif, malah berjalan terbalik dari yang semestinya.

"Sekarang sebagian malah terjebak, seharusnya mengawasi malah diawasi oleh eksekutif. Itu terjadi karena kita masih terjebak dalam memaknai DPRD sebagai bagian dari penyelenggara pemerintah daerah. Jadi fungsi-fungsi kerja parlemen sebagaimana UU MD3 belum bisa dijalankan dengan maksimal,” papar pria yang juga merupakan Wakil Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jateng ini.

Dikatakan Ahmadi, tidak maksimalnya peran dan fungsi DPRD selain menjadi bagian penyelenggara pemerintah daerah, wewenang pembuatan produk legislasi dibatai oleh pemerintah pusat.
Ia mencontohkan kasus pembatalan peraturan daerah (Perda) masal yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan mudahnya tanpa melihat aspek yuridis, psikologis, sosiologis, dan kondisi daerah yang melatarbelakangi lahirnya perda- perda tersebut.

"Inikan tindakan yang membuat kita bingung, ketika ada masyarakat yang tanya kerja DPRD, kan yang konkret real ada itu perda. Dibuat bersama pemerintah, melihat kondisi dan aspek-aspek yang ada. Tahu-tahu muncul berita ada yang mau main hapus. Jadinya kita (dewan) belum maksimal menjalankan fungsi parlemen,” pungkasnya.