DPR RI Komitmen Tuntaskan Persoalan Vaksin Palsu Hingga ke Ranah Hukum

Anggota Komisi IX Ansory Siregar
Anggota Komisi IX Ansory Siregar

Jakarta (28/7) – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Kamis (28/7), menetapkan 25 (dua puluh lima) anggota Tim Pengawas Vaksin Palsu yang berasal dari 10 fraksi secara lintas komisi. Tim yang ditetapkan dalam Rapat Paripurna ke-34 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2015-2016 ini, berfungsi untuk memastikan persoalan vaksin serta obat palsu tidak akan terulang dan dapat diselesaikan dengan baik.

Menanggapi itu, Anggota Komisi IX Ansory Siregar yang didelegasikan oleh Fraksi PKS bersama dengan Adang Sudrajat dalam timwas tersebut, menyampaikan bahwa kerja dari tim ini akan melibatkan seluruh institusi terkait untuk menuntaskan persoalan vaksin palsu hingga ke ranah hukum.

“Fraksi PKS akan mendorong timwas ini agar bekerjasama dengan pihak Bareskrim Polri untuk mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya. Agar pemerintah bersama dengan DPR dapat menangani persoalan ini dengan baik dan tidak terulang di kemudian hari,” jelas Ansory di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/7).

Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) ini juga berpendapat kasus vaksin palsu tergolong kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Karena termasuk kejahatan luar biasa, maka pelaku, termasuk rumah sakit beserta para dokter, bidan, serta produsen vaksin palsu, adalah pelaku kejahatan besar.

“Oleh karena, mereka melakukan imunisasi yang palsu kepada bayi. Aturannya bayi menjadi immune terhadap suatu penyakit, ini menjadi tidak, karena sebab vaksin palsu,” tegas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Sumatera Utara III ini.

Para pelaku serta pengedar vaksin palsu tersebut, tambah Ansory, jelas melanggar konstitusi, yaitu Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain UUD 1945, para pelaku, baik pengedar atau pengguna, vaksin palsu melanggar UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

“Jadi banyak sekali undang-undang yang dilanggar dari kasus kejahatan luar biasa ini,” tegas Ansory.

Oleh karena itu, Timwas Vaksin Palsu akan memastikan pengawasan mulai dari level hulu hingga hilir, baik dari yang bersifat kebijakan pemerintah maupun imbauan ke masyarakat.

“Harga vaksinnya mahal bukan berarti lebih bagus. Jadi, sekali lagi, masyarakat kita himbau agar banyak cari informasi agar mendapatkan informasi yang akurat soal vaksin palsu ini. Para ibu hendaknya terus berkomunikasi dengan pihak Kementerian Kesehatan, BPOM RI, maupun Komisi IX DPR RI,” tutup Ansory.