Bayan Dewan Syariah Pusat PKS tentang Fikih Ibadah di Saat Darurat

 BAYAN DEWAN SYARIAT PUSAT

PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

NOMOR : 73/B/K/DSP-PKS/1441H

TENTANG

FIKIH IBADAH DI SAAT DARURAT

(MUNCULNYA WABAH CORONA)

 

LATAR BELAKANG

Wabah virus corona telah menjalar dan menyebar secara luas ke berbagai penjuru dunia sehingga menjadi pandemi global. Tidak terkecuali, ia juga menyerang negeri kita tercinta, Indonesia. Sudah banyak yang menjadi suspect corona dan banyak pula di antara mereka yang divonis positif. Bahkan ada yang sudah meninggal dunia. 

Seiring dengan itu, muncul sejumlah masalah fikih yang banyak dipertanyakan dan diperbincangkan oleh umat. Khususnya terkait dengan kedudukan hukum dari berbagai kegiatan ritual ibadah yang melibatkan banyak orang seperti pengurusan jenazah, shalat berjamaah di masjid, shalat Jumat, tarawih dan sejenisnya di tengah kondisi tersebarnya wabah sekarang ini.

Oleh karenanya, dibutuhkan sebuah bayan yang jelas, mudah, moderat, waqi’iy (realistis), dan khusus dalam situasi dan kondisi darurat seperti sekarang. Terutama  bagi mereka yang berada di daerah yang terpapar serangan virus corona.

DALIL DAN KAIDAH FIQIH

Dalil Alquran

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ

“Siapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173)

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَج

“Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.” (QS al-Hajj: 78)

فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيم

Siapa yang terpaksa mengkonsumsi (yang diharamkan) karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Maidah: 3)

Dalil Hadits

يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا

Buatlah mudah, jangan mempersulit”. (HR. Bukhari dan Muslim).

لا ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidak boleh mendatangkan bahaya untuk diri sendiri dan orang lain” (HR. Ibnu Majah).

Kaidah Fikih

إذا ضَاقَ الأمرُ إتَّسَع  

“Apabila sesuatu itu sempit, hukumnya menjadi luas.”

الضَّرَرُ يُزَال

“Bahaya harus dihilangkan”

الحُكْمُ يَتَّبِعُ الْمَصْلَحَةَ الرَّاجِحَة 

“Hukum itu mengikut kemaslahatan yang lebih kuat”

 الحُكْمُ يَدُورُ مَعَ عِلَّتِه 

“Hukum itu mengikuti  illah (sebab)nya.”

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح  

“Mengelakkan mafsadat didahulukan daripada mengambil maslahat.

PETUNJUK PELAKSANAAN IBADAH

Berdasarkan sejumlah dalil syar’i dan kaidah fiqhiyah di atas, maka pelaksanaan ibadah dalam kondisi khusus (tersebarnya wabah penyakit) seperti sekarang dapat dilakukan dengan cara-cara yang maqdur (dapat dilakukan) dan ma’mun (aman secara kesehatan). Misalnya:

Pengurusan jenazah

  • Jenazah pengidap penyakit menular tetap dimandikan sebagaimana hukum asalnya.
  • Hanya saja proses memandikan dan mengkafani jenazah pengidap virus corona harus mengikuti protokol medis dengan diserahkan kepada pihak rumah sakit yang memiliki kecakapan dan keahlian di bidangnya. Hal itu untuk mencegah penularan.
  • Dalam kondisi tidak bisa dimandikan, maka kewajiban memandikan menjadi gugur sebagaimana fatwa Darul Ifta al-Mishriyyah saat ditanya tentang jenazah pengidap ebola:

إذا كان تغسيل جثث الأشخاص المتوفَّين بمرض الإيبولا متعذرًا؛ لكونه مظنة حصول العدوى، فلا يجب الغسل في هذه الحالة، ويلي الغسل في اللزوم عند تعذره التيمم، فإن تعذر هو الآخر ولم يمكن ارتكابه للضرر تُرِك وسقطت المطالبة به شرعًا، ولكن يبقى للميت بعد ذلك ما أمكن من التكفين والصلاة والدفن.

Bila proses memandikan jenazah pengidap ebola tidak bisa dilakukan karena khawatir bisa menular, dalam kondisi demikian ia tidak harus dimandikan. Tetapi bisa digantikan dengan tayammum. Namun bila tayammum juga tidak mungkin dilakukan karena berbahaya, maka gugurlah kewajiban tersebut. Namun ia tetap dikafani, dishalatkan, dan dikebumikan.”

  • Proses menyalatkan dan menguburkan dapat dilakukan oleh keluarga, karib kerabat, dan masyarakat dengan cara yang aman dan benar secara syariat dan standar kesehatan.

Shalat Jumat dan Shalat Berjamaah

Pelaksanaan shalat jumat dan shalat berjamaah disesuaikan dengan kondisi dan tingkat penyebaran virus corona di wilayah masing-masing.

  • Bagi mereka yang tinggal di wilayah dan daerah yang tingkat penularan virusnya rendah, tetap melakukan shalat lima waktu secara berjamaah di masjid namun dengan memperhatikan sejumlah langkah antisipatif berikut sebagai bagian dari upaya pencegahan:
    1. Masing-masing jamaah membawa sajadah sendiri
    2. Tidak melakukan jabat tangan atau sentuhan fisik, namun cukup dengan mengucap salam.
  • Tidak berlama-lama di masjid
  1. Selalu mencuci tangan saat keluar-masuk masjid.
  2. (bila memunginkan) mengukur suhu setiap jamaah yang masuk ke dalam masjid
  3. Menggunakan masker untuk mencegah penularan
  • Merenggangkan jarak antar makmum dalam shaf shalat
  • Menyingkat bacaan shalat serta zikir dan doa sesudah shalat.
  1. Untuk shalat jumat, pelaksanaan khutbah dan shalat dipersingkat. Juga, untuk menghindari penumpukan dan kerumunan, bisa dengan membagi jamaah menjadi dua gelombang.

Sebagai alternatif, bisa pula shalat lima waktu ditunaikan di masjid dengan cara dijamak (zhuhur dengan asar serta maghrib dengan isya). Hal ini untuk mengurangi intensitas pertemuan sehingga tidak memberatkan.

جمع رسول الله صلى الله عليه وسلم بين الظهر والعصر وبين المغرب والعشاء بالمدينة من غير خوف ولا مطر قال فقيل لابن عباس ما أراد بذلك قال أراد أن لا يحرج أمته

Rasulullah saw. menjamak shalat Zuhur dan Asar, Magrib dan Isya, di Madinah tanpa ada sebab takut ataupun hujan. Ditanyakan pada Ibnu Abbas, “Maksud Rasul melakukan jamak tersebut apa?” “Itu untuk tidak memberatkan umatnya,” kata Ibnu Abbas. (HR Tirmidzi).

  • Bagi mereka yang tinggal di daerah yang tingkat penyebaran virusnya cukup tinggi sesuai dengan ketetapan otoritas setempat, pelaksanaan shalat lima waktu dilakukan di rumah masing-masing. Pelaksanaan shalat Jumat juga bisa diganti dengan shalat zuhur di rumah.

أَعْذَارٌ فِي تَرْكِ الْجَمَاعَةِ، هِيَ أَعْذَارٌ فِي تَرْكِ الْجُمْعَةِ، فَلاَ تَجِبُ الْجُمْعَةُ عَلَى خَائِفٍ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ، وَلاَ عَلَى مَنْ فِي طَرِيْقِهِ مَطَرٌ، وَلاَ عَلَى مَنْ لَهُ مَرِيْضٌ يَخَافُ ضَيَاعَهُ

“Udzur-udzur yang membolehkan meninggalkan shalat berjamaáh itulah udzur untuk meninggalkan shalat jumát. Maka tidak wajib jumát bagi orang yang takut atas (keburukan menimpa) dirinya, atau menimpa hartanya, demikian juga orang yang kehujanan dalam perjalanannya (menunju masjid), demikian orang yang sedang mengurusi orang sakit yang dikhawatirkan akan terlalaikan (jika ia meninggalkannya untuk shalat jumát)” (Al-Bayaan fi madzhab al-Imam Asyafií 2/545)

Al-Mardawi berkata :

وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَةِ الْمَرِيضُ بِلَا نِزَاعٍ، وَيُعْذَرُ أَيْضًا فِي تَرْكِهِمَا لِخَوْفِ حُدُوثِ الْمَرَضِ

“Dan orang yang sakit diberi udzur untuk meninggalkan shalat jumát dan shalat berjamaáh tanpa ada perselisihan. Diberi udzur pula untuk meninggalkan shalat jumát dan shalat berjamaáh bila takut muncul penyakit” (Al-Inshoof 2/300)

  • Bagi yang berusia lanjut, atau mempunyai gejala dan indikasi awal gangguan kesehatan, diharuskan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat di masjid dan melakukan shalat berjamaah di rumah.

Shalat Tarawih

  • Bagi yang tinggal di daerah yang tingkat penularannya masih rendah, shalat tarawih dianjurkan dilakukan di masjid dengan memerhatikan sejumlah langkah antisipatif seperti dalam pelaksanaan shalat berjamaah di masjid. Di samping itu, hendaknya shalat tarawih dilakukan secara singkat dengan mengambil jumlah rakaat minimal (8 rakaat) disertai witir di rumah masing-masing. 
  • Adapun bagi yang tinggal di daerah yang tingkat penularan virusnya cukup tinggi, shalat tarawih hendaknya dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga.
  • Bagi yang berusia lanjut, atau mempunyai gejala dan indikasi awal gangguan kesehatan, diharuskan melaksanakan shalat tarawih di rumah.

Hal yang sama berlaku bagi seluruh shalat yang disunnahkan berjamaah seperti shalat Iedul Fithri dan Adha dan shalat lainnya.

SERUAN

Di samping memerhatikan sejumlah petunjuk di atas, diharapkan kepada seluruh elemen bangsa:

  1. Untuk melakukan tobat nasional
    1. Meninggalkan maksiat, terutama dosa-dosa besar seperti zina, judi, LGBT dan yang lain.
    2. Menghentikan berbagai bentuk kezaliman
    3. Menghentikan semua bentuk KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), risywah, serta segala bentuk manipulasi dan ketidakjujuran dalam bertransaksi
  2. Untuk memperbanyak zikir, doa, dan munajat keselamatan baik secara perorangan maupun berjamaah.
  3. Untuk melakukan qunut nazilah yang disepakati masyru’iyyah-nya oleh ulama.
  4. Untuk memperbanyak ibadah dan sedekah yang dapat menolak bala
  5. Bagi yang mendapat musibah dalam bencana pandemi saat ini, harus bersabar menerima takdir Allah, seraya menggantungkan diri kepada Allah, dan mengharap pahala dari-Nya.
  6. Untuk saling membantu dan bekerja sama dalam kebaikan serta menunjukkan empati minimal dengan saling mendoakan.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS al-Mâidah:2)

وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ.

“Allah akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim)

PENUTUP

Demikian bayan dan seruan ini dikeluarkan untuk menjadi panduan dalam melaksanakan aktivitas ibadah dan sosial di tengah kondisi darurat semacam ini. Hanya kepada Allah SWT kita memohon dan meminta perlindungan.

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلىٰ وَنِعْمَ النَّصِيْرُ

ولَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ

 

Jakarta, 23 Rajab 1441 H./ 18 Maret 2020 M.

Dewan Syariah Pusat

Partai Keadilan Sejahtera

KH. SURAHMAN HIDAYAT, MA.

KETUA