Bawang Merah dan Kebijakan Pengendalian Harga  

Sekretaris Departemen Ketahanan Pangan DPP PKS Achyar Eldine
Sekretaris Departemen Ketahanan Pangan DPP PKS Achyar Eldine

Persoalan kenaikan harga telah menjadi rutinitas bagi masyarakat setiap menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, setiap tahunnya. Sepertinya pemerintah belum punya formulasi yang pas untuk mengantisipasi kenaikan harga menjelang puasa tersebut. Tidak terkecuali pada menjelang Ramadhan tahun 2016 yang tinggal menghitung hari, bahan-bahan pokok utama seperti; bawang, cabe, gula, daging ayam dan daging sapi sudah mulai merangkak naik. Tentu kondisi ini akan sangat merugikan konsumen dalam hal ini masyarakat, mengingat setiap Ramadhan konsumsi masyarakat biasanya akan meningkat 40%-60% dari hari biasannya.

Dari pengamatan langsung yang dilakukan di pasar, komoditas yang menghadapi dilema saat ini adalah bawang merah. Rencana pemerintah untuk melakukan Impor telah meresahkan para petani, apalagi dilakukan menjelang panen raya sekitar bulan Juni hingga Agustus. Disinilah letak persoalannya, apakah kebijakan Impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengamankan harga karena sudah terjadi kelangkaan pasokan, atau ada persoalan lain yang seharusnya bisa diselesaikan oleh pemerintah terlebih dahulu.

Jika ditelusuri lebih jauh, dari sisi produksi bawang merah mencukupi, untuk memenuhi pasokan menjelang Ramadhan. Namun, dengan melihat siklus panen yang ada, terdapat beberapa waktu sekitar bulan februari hingga maret, neraca bawang merah mengalami surplus sangat tipis. Kondisi ini tentu cukup riskan, mengingat adanya jarak dan waktu antara daerah sentra produksi dengan daerah sentra konsumsi, sehingga menyebabkan pasokan (supply) di beberapa pasar menjadi terbatas. Tidak bisa dipungkiri, kondisi terbatasnya pasokan ini, dimanfaatkan oleh para spekulan besar untuk menaikkan harga.

Jika tidak aral melintang, selama bulan Juni hingga Agustus, para petani bawang merah akan malakukan panen raya. Kondisi ini belum bisa menentramkan para petani, mengingat sampai dengan akhir bulan Mei, rencana Impor bawang merah makin menguat, sehingga menyebabkan, harga bawang ditingkat petani rendah, sedangkan harga ditingkat konsumen terus meningkat. Beberapa Asosiasi petani bawang mengklaim bahwa harga di tingkat petani masih berkisar Rp 15-an ribu, sedangkan harga ditingkat konsumen khususnya di jakarta sudah mencapai Rp 40 ribu. Sedangkan harga referensi untuk bawang merah Rp 25 ribu.

Peran Bulog dalam mengatasi maslah ini juga menghadapi dilema, terutama dalam menghadapi panen raya yang akan dilakukan petani. Bulog sudag ditugaskan untuk melakukan operasi pasar dengan membeli bawang merah petani seharga Rp 20 ribu dan menjual dengan harga Rp 22 ribu. Sekilas akan terlihat Bulog masih bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2 ribu per kilo. Tetapi kondisi ini akan berbalik, jika panen raya sudah mulai dilakukan oleh petani dan harga kemudian turun dibawah Rp. 20 ribu, maka Bulog akan mengalami kerugian yang cukup besar.

Dengan mencermati kondisi diatas, persoalan bawang merah tidak hanya sekedar menjaga stabilitas harga semata, tetap lebih dari itu, terdapat pada manajemen rantai pasokan dan distribusi yang tidak terkelola dengan baik, sehingga pemerintah tidak bisa mengendalikan secara penuh. Ditenggarai ada oknum-oknum spekulan besar yang memanfaatkan momen-momen tertentu untuk menggeruk keuntungan besar, sehingga petani dan masyarakat sangat dirugikan. Pemerintah memiliki otoritas besar untuk mengatasi masalah tersebut, persoalan ini tidak hanya terdapat pada bawang merah semata, tetapi juga hampir diseluruh bahan kebutuhan pokok lainnya.

Kebijakan pemerintah untuk mendorong terjadinnya kedaulatan pangan harus terus didukung. Pemerintah punya tugas penting, untuk mengelola kebijakan yang lebih elegan, agar terjadi sinkronisasi antara produksi, pasokan pasar, rantai pasok. Sehingga, hal-hal yang akan merusak pasar, seperti distorsi barang dan harga, moral hazard, akan bisa diminimalisir dampaknya. Dengan demikian diharapkan, stabilitas harga akan tercapai, para petani bisa tenang dalam setiap menghadapi musim panen besar. Selain itu, koordinasi Tim stabilisasi pangan pusat harus terus berkoordinasi dengan daerah, karena pusat produksi bawang merah ada di daerah, mengetahui persoalan yang sesungguhnya, sehingga setiap kebijakan yang dihasilkan mampu menyelesaikan persoalan.